Jumat, 11 Maret 2011

PENGATALOGAN BAHAN PUSTAKA BUKU PADA PERPUSTAKAAN STT ABDI SABDA

DAFTAR ISI


BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1.6 Hipotesis Penelitian
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian Katalog
2.2 Pengertian Online Public Access Catalogue
2.2.1 Keunggulan OPAC dari Katalog Kartu atau Katalog Manual
2.3 Tujuan dan Fungsi Katalog
2.4 Pengatalogan Bahan Pustaka
2.4.1 Katalogisasi
2.4.2 Penentuan Tajuk Entri Utama
2.4.3 Deskripsi Bibliografi
2.4.4 Penentuan Tajuk Subjek
2.4.5 Klasifikasi
2.4.6 Filling Kartu Katalog
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum STT ABDI SABDA MEDAN

BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA




















BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sebuah perguruan tinggi dapat dikatakan berkualitas baik, jika memiliki sistem pendidikan, fasilitas, dan staf pengajar yang bermutu agar dapat menunjang program belajar mengajar yang efektif. Salah satu sarana pendidikan yang penting dan harus dipenuhi oleh suatu perguruan tinggi adalah perpustakaan. Perpustakaan menyimpan berbagai macam ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh civitas akademik dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi tempaynya bernaung.
Perpustakaan perguruan tinggi merupakan perpustakaan milik universitas, institut, akademi, yang digunakan sebagai sarana penunjang pelaksanaan tugas-tugas yang tercantum dalam Tri Darma Perguruan Tinggi. Perpustakaan perguruan tinggi juga sering disebut sebagai jantung perguruan tinggi. Hal tersebut berkaitan dengan tugas perpustakaan perguruan tinggi yaitu mengelola koleksi perpustakaan yang mencakup kegiatan pemilihan dan pengadaan bahan pustaka, pengolahan, pelayanan, dan perawatan.
Koleksi yang telah disediakan oleh bagian pengadaan belum dapat dilayangkan langsung kepada para pengguna perpustakaan. Terlebih dahulu koleksi tersebut harus diolah agar dapat memudahkan para pengguna dalam menemukan informasi yang dibutuhkan. Selain itu juga memudahkan para petugas perpustakaan untuk mengetahui dan mengontroll bahan pustaka yang digunakan oleh para pengguna. Pengolahan bahan pustaka mencakup kegiatan pengatalogan dan pengklasifikasian.
Pengatalogan bahan pustaka merupakan proses pembuatan daftar bahan pustaka yang akan ditempatkan dan diatur pada rak yang telah tersedia. Setiap perpustakaan memiliki cara tersendiri dalam mengolah bahan pustaka yang dimilikinya
Perpustakaan STT ABDI SABDA MEDAN merupakan perpustakaan dengan koleksi yang cukup memadai. Tetapi bagaimanakah sistem pengolahan buku yang digunakan terutama kegiatan pada bagian pengatalogan, apakah bahan pustaka yang disediakan sudah dikatalog dengan baik dan benar sehingga dapat ditelusur oleh pengguna dengan mudah. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk memilih judul “ pengatalogan bahan pustaka buku pada perpustakaan STT ABDI SABDA(Sekolah Tinggi teologia Abdi Sabda ) ”


1.2 Tujuan penulisan
adapun tujuan penulisan yang dapat dirumuskan penulis adalah:
2. untuk dapat meningkatkan pengetahuan penulis tentang pengatalogan dan pengklasifikasian bahan pustaka
3. untuk mengetahui pengatalogan buku yang dilakukan oleh perpustakaan STT ABDI SABDA
4. untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh perpustakaan STT ABDI SABDA dalam kegiatan pengatalogan buku.

1.3 Manfaat penulisan
adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi perpustakaan, sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan
2. Bagi pembaca, dapat memberikan pengetahuan dan masukan tentang topik yang bersangkutan
3. bagi penulis, menambah wawasan dalam topik yang di bahas dan mengaplikasikan pengetahuan yang di peroleh selama perkuliahan.



















BAB II
PENGATALOGAN BAHAN PUSTAKA BUKU

2.1 Pengertian Katalog
Pengguna perpustakaan menggunakan koleksi perpustakaan dengan bermacam-macam keperluan. Untuk mengetahui buku-buku apa saja yang dimiliki oleh suatu pepustakaan diperlukan alat bantu yang disebut katalog perpustakaan. Secara singkat katalog dapat diartikan sebagai daftar. Katalog juga dapat dibedakan menjadi beberapa macam seperti katalog penerbit, katalog obat, katalog pakaian dan lain sebagainya.
Menurut Tairas dan Soekarman (1981: 182) katalog adalah “ suatu daftar buku atau bahan lainnya yang disusun menurut suatu rencana tertentu” sedangkan menurut Soeminah ( 1992:96) katalog adalah “ daftar pustaka yang dimiliki oleh suatu perpustakaan yang disusun secara sistematis sehingga dapat digunakan untuk mencari dan menemukan lokasi bahan pustaka”.
Dari uaraian diatas, dapat dinyatakan bahwa katalog perpustakaan merupakan suatu daftar buku yang dimiliki oleh suatu perpustakaan dan disusun secara sistematis untuk dapat memudahakn pengguna dalam menemukan informasi dari bahan pustaka yang disediakan oleh perpustakaan.
Biasanya katalog memegang peranan dalam penelusuran informasi, karena katalog memuat keterangan bibligrafis tentang sebuah buku mulai dari nama pengarang, judul buku ( anak juduk dan judul tambahan), edisi, impresium( kota terbit, nama penerbit, tahun terbit), keterangan tentang deskripsi fisik buku (kolasi) seperti jumlah halaman, keterangan seri, serta catatan-catatan yang dianggap perlu seperti nomor panggil (call number). Dengan adanya katalog, maka pengguna dapat mengenali bahan pustaka apa saja yang dimiliki oleh perpustakaan atau dapat digunakan sebagai petunjuk yang dapat membantu pengguna untuk menemukan dan memilih bahan pustaka yang sesuai dengan kebutuhan secara cepat dan tepat.
Bentuk katalog yang digunakan di perpustakaan mengalami perkembangan dari masa ke masa. Perkembangan katalog perpustakaan nampak dari perubahan fisiknya. Sebelum katalog terpasang ( online) muncul, telah dikenal berbagai bentuk katalog perpustakaan, dan bentuk yang paling umum digunakan ialah katalog kartu ( Horgan 1994:2). Katalog perpustakaan yang ada pada saat ini terdiri dari berbagai bentuk fisik antara lain, katalog berbentuk buku ( book catalog), katalog berbentuk kartu ( card catalog), katalog berbentuk mikro( microform catalog), katalog komputer terpasang ( online computer catalog) ( Taylor 1992: 8).
1. katalog berbentuk kartu
Pada katalog bentuk kartu dengan ukuran 7,5 x 12,5 cm, setiap entri ditulis dalam satu kartu dan kartu ini kemudian dijajarkan dalam laci lemari katalog. Keuntungan dari katalog kartu adalah bersifat praktis, sehingga setiap kali penambahan buku di perpustakaan tidak akan menimbulkan masalah.
2. katalog berbentuk mikro
Katalog berbentuk micro lebih murah di banding dengan katalog berbentuk buku, dan terbukti bahwa biaya pemeliharaanya lebih mudah dari pada katalog buku. bentuknya ringkas dan mudah menyimpannya.
3. katalog komputer terpasang
Katalog komputer terpasang (online computer catalog) sering disebut dengan online public acces catalogue (OPAC), adalah bentuk katalog terbaru yang telah digunakan pada sejumlah perpustakaan tertentu. OPAC cepat menjadi pilihan katalog yang digunakan di berbagai jenis perpustakan.

2.2 Pengertian Online Public Access Catalogue
Istilah baku untuk online public access catalogue dalam bahasa Indonesia, hingga saat ini terumuskan dengan pasti. Ada perpustakaan menyebutkannya dengan istilah katalog online atau katalog terpasang, dan ada juga menyebutnya dengan istilah OPAC.
Corbin (1985:255) menyebutkan dengan online public catalog, yaitu suatu katalog yang berisikan cantuman bibliografi dari koleksi satu atau beberapa perpustakaan, disimpan pada magnetic disk atau media rekam lainnya dan dibuat tersedia secara online kepada pengguna.
Pendapat lain menyatakan bahwa OPAC adalah sistem katalog terpasang yang diakses secara umum, dan dapat dipakai pengguna untuk menelusur pangkalan data katalog, untuk memastikan apakah perpustakaan menyimpan karya tertentu untuk mendapatkan informasi tentang lokasinya, dan jika sistem katalog dihubungkan dengan sistem sirkulasi, maka pengguna dapat mengetahui apakah bahan pustaka yang sedang dicari sedang tersedia di perpustakaan atau sedang dipinjam Tedd (1993: 141).
Horgan ( 1994: 1) menyatakan OPAC adalah suatu sistem temu balik informasi, dengan satu sisi masukan ( input ) yang menggabungkan pembuatan file cantuman dan indeks.
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa OPAC adalah suatu sistem temu balik informasi berbasis komputer yang digunakan oleh pengguna untuk menelusur koleksi suatu perpustakaan atau unit informasi.

2.2.1 Keunggulan OPAC dari Katalog Kartu atau Katalog Manual
Sebelum OPAC muncul, telah ada berbagai bentuk katalog perpustakaan, dan bentuk katalog yang paling luas digunaka ialah katalog kartu ( Horgan 19994, 2). Akan tetapi setelah OPAC muncul pada permulaan tahun 1980-an, sejumlah perpustakaan tertentu telah mengkonversi katalog kartu dan beralih ke bentuk OPAC. Perpustakaan mempunyai berbagai pertimbangan dan alasan untuk beralih dari katalog kartu ke OPAC.
OPAC jauh melebihi katalog kartu dan katalog lainnya yang digantinya. Katalog kartu mamiliki sejumlah keterbatasan dibanding dengan OPAC. Sekalipun fungsi dasarnya sama yaitu sebagai sarana temu balik di pepustakaan, namun diantara katalog kartu dan OPAC terdapat banyak perbedaan.
Selain bentuk fisik, ada sejumlah perbedaan diantara OPAC dengan katalog kartu. Salah satu perbedaan penting diantar keduanya adalah bahwa cantuman bibliografi pada OPAC dapat ditelusur dalam berbagai cara dan dapat ditampilkan pada berbagai bentuk format tampilan, sedangkan katalog kartu hal itu tidak mungkin dilakukan. Perbedaan lainnya dapat dilihat dari sisi kegiatan penelusuran yang mencakup interaksi ( interaction), bantuan pengguana ( user assistence), kepuasan pengguna ( user satisfaction), kemampuan penelusuran ( searching capabilities), keluaran dan tampilan (output and display), serta ketersediaan dan akses ( availability and access).
OPAC dapat diakses melalui terminal pada tempat yang berbeda dari dalam atau dari gedung perpustakaan, melalui local area networks ( LAN ) dan wide area networks ( WAN ), sedangkan pada katalog kartu dan katalog manual lainnya hal itu tidak mungkin dilakukan. Pengguan yang berbeda, yang berada di dalam atau di luar gedung perpustakaan di mungkinkan menggunakan sistem OPAC secara bersama, sekalipun menelusur cantuman yang sama pada waktu yang bersamaan, sedangkan bila menggunakan katalog kartu, hal ini tidak mengkin dapat dilakukan. Kelemahan sistem OPAC ialah dipengaruhi faktor luar seperti terputusnya aliran listrik.

2.3 Tujuan dan Fungsi Katalog
Menelusuri koleksi perpustakaan dengan melihat buku-buku yang disusun di dalam rak ( browsing) akan mengalami kesulitan, koleksi lebih mudah diketahui bila menggunakan katalog perpustakaan. Katalog pepustakaan harus dapat memberi jawaban mengenai ada tidaknya suatu buku dalam koleksi perpustakaan, baik jika pencariannya dilakukan dari pengarangnya maupun dari segi judul atau subjeknya. Katalog pepustakaan berfungsi sebagai suatu sistem komunikasi yang dapat menunjukkan kekayaan koleksi yang dimilikinya.
Tujuan pertama katalog perpustakaan yaitu dapat digunakan oleh pengguna untuk menemukan bahan pustaka yang diinginkannya berdasarkan pengarang, judul, maupun subjeknya. Tujuan kedua menyatakan bahwa katalog dapat menunjukkan dokumen apa saja yang dimiliki oleh sebuah perpustakaan. Tujuan ketiga menyatakan bahwa katalog dapat membantu pada sebuah buku berdasarkan edisinya, atau berdasarkan karakternya.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa pembuatan katalog bertujuan untuk memudahkan pengguna dalam mencari bahan pustaka yang diinginkan dari koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan.
Sedangkan fungsi katalog perpustakaan adalah sebagai sarana temu balik informasi, sistem komunikasi dan sebagai daftar inventaris koleksi di suatu perpustakaan. katalog perpustakaan berfungsi sebagai inventaris dokumen sebuah perpustakaan sekaligus berfungsi sebagai sarana temu balik ( Sulistyo-Basuki 1991:317). Katalog perpustakaan juga berfungsi sebagai alat komunikasi yang menginformasikan buku-buku perpustakaan. Oleh karena katalog merupakan alat komunikasi, sudah barang tentu katalog berisi bahan-bahan informasi yang dikomunikasikan, dalam hal ini berupa ciri-ciri buku misalnya judul buku, pengarang, edisi, kota terbit, penerbit, tahun terbit, jumlah halaman, dan sebagainya.
2.3 Pengatalogan Bahan Pustaka
Pengatalogan bahan pustaka perpustakaan adalah pembuatab rekaman bibliografi yang merupakan wakil ringkas dari bahan perpustakaan dalam koleksi perpustakaan. Pengatalogan bahan pustaka yang dilakukan di perpustakaan terdiri dari kegiatan katalogisasi dan klasifikasi, dan sebelumnya dibuatkan dahulu deskripsi bibliografi buku yang akan dikatalog.
2.4.1 Katalogisasi
Katalogisasi adalah kegiatan membuat kartu-kartu katalog untuk setiap koleksi bahan pustaka mulai dari membuat T-slip (Temporary slip = konsep kartu katalog) sampai pada pembuatan berbagai macam kartu katalog, seperti : kartu katalog pengarang, kartu katalog judul, kartu katalog subjek, dan lain-lain. Kartu katalog ini berisikan uraian-uraian lengkapmengenai buku atau bahan perpustakaan lainnya dan entri-entri yang sesuai dengan katalog perpustakaan. Kegiatan ini dilakukan agar katalog sebagai wakil ringkas buku dan alat penelusuran informasi dapat digunakan menjadi petunjuk bagi pengguna untuk mencari bahan perpustakaan yang dibutuhkan dari jajaran buku-buku yang ada di rak buku.
Pekerjaan katalogisasi merupakan pekerjaan utama dalam suatu perpustakaan, karena sebelum buku dilayangkan kepada para pengguna, terlebih dahulu buku-buku tersebut harus dikatalog. Melalui proses katalogisasi inilah dapat diketahui apakah buku sudah dapat dilayangkan atau belum kapada para pengguna perpustakaan. “Katalogisasi adalah proses pembentukan katalog yang meliputi:
a) katalogisasi deskriptif, merekam data bibliografi
b) katalogisasi subjek, merekam subjek buku dengan menentukan tajuk subjek atau nomor klasifikasi”( Somadikarta 1979:7)
katalogisasi deskriptif merupakan tahapan pencatatan pemberian identifikasi dan deskripsi sebuah buku yang menjadi koleksi perpustakaan. Katalogisasi deskriptif bertujuan untuk : pertaman menganali suatu bahan perpustakaan yang diproses sehungga dapat memberikan informasi kepad pembaca untuk membedakannya dengan bahan perpustakaan lainnya. Kedua, memberikan karakter pada suatu bahan pustaka yang diperlukan. Ketiga, menempatkan entri pada tajuk yang paling menguntungkan pembaca.
Katalogisasi subjek merupakan proses katalogisasi yang berhubungan dengan penentuan daftar tajuk subjek buku, seperti LCSH (Library Congress Subject Headings), Sears List Subject Headings atau Daftar Tajuk Subjek Indonesia. Pedoman yang digunakan untuk katalgoisasi adalah:
a. “Anglo American Cataloguing Rules 2 (AACR2)
b. Standar deskripsi untuk monograf
c. Standar deskripsi untuk terbitan berseri
d. Peraturan Katalogisasi Indonesia (PKI)
e. Format MARC INDONESIA ( INDOMARC)
f. Format Doblin Core
g. Standar penentuan tajuk entri “ Departemen Pendidikan Nasional RI Direktorat Jendral Perguruan Tinggi, 2004 : 60)

Penentuan tajuk subjek ini bertujuan untuk dapat menemukan buku-buku yang membahas masalah/topik tertentu, dan dapat memungkinkan seseorang untuk menemukan buku-buku yang membaha subjek yang berhubungan.


2.4.2 Penentuan Tajuk Entri Utama
Dalam proses katalogisasi, hal yang dilakukan adalah membuat konsep entri utama, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi suatu buku atau karya. Tajuk entri uatama ini ditentukan berdasarkan peraturan katalogisasi, yaitu:
i. Peraturan menentukan tajuk entri utama monograf
ii. Peraturan menentukan tajuk badan penerbit berseri
iii. Paraturan menentukan tajuk perorangan
iv. Peraturan menentukan tajuk badan korporasi
Menurut Tairas dan Soekarman (1981: 128) entri utama adalah “ uraian katalog lengkap dari suatu bahan yang memberikan semua informasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi suatu karya. Dalam katalog kartu entri ini memberikan juga jejakan dari semua entri tambahan yang dibuatkan untuk suatu karya”. Tajuk entri utama berfungsi untuk menetukan posisi kartu dasar dalam susunan katalog pengarang dan katalog judul, karena pada umumnya katalog pengarang/judul disusun secar abjad. Pada umumnya yang menjadi tajuk entri utama adalah pengarang ( nama orang, badan korporasi, lembaga pemerintah atau swasta) maupun yang bertanggung jawab atas isi dari suatu buku.
Sehubungan dengan hal tersebut, petugas yang mengerjakan katalog harus mengetahui dengan jelas ketentuan apa saja yang digunakan untuk memilih tajuk entri utama, agar pekerjaannya sempurna,konsisten dan mudah digunakan. Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam memilih tajuk entri utama, seperti:
a. Karya pengarang tunggal
Adalah suatu karya yang dikarang oleh satu pengarang, maka yang menjadi entri utama adalah pengarang itu sendiri
b. Karya pengarang ganda
Adalah karya yang dikarang lebih dari satu orang pengarang secar bersama-sama. Dalam kepengarangan iniada beberapa ketentuan yang dapat dilihat, antara lain:
• Apabila karya ditulis oleh dua orang atau tiga orang pengarang, maka yang menjadi tajuk entri utama adalah pengarang utama yang disebutkan pertama kali pada halaman judul dan pengarang yang lain dituliskan sebagai tajuk entri tambahan
• Bila suatu karya dikarang oleh tiga orang pengarang tanpa ada pengarang utama, tajuk ditentukan pada pengarang yang disebutka pertama kali pada halaman judul.
• Jika suatu karya dikarang lebih dari tiga orang, maka yang menjadi tajuk entri utama adalah judul dan pengarang pertama menjadi tajuk tambahan.
c. Karya editor
Adalah karya pengarang ganda yang terdiri lebih dari tiga orang pengarang dibawah seorang editor, dalam hal ini ketentuan yang harus diperhatikan yaitu:
• Karya dibawah pimpinan editor yang mempunyai judul bersama entri utamanya ditetapkan dibawah judul, sedangkan entri tambahannya adalah editor
• Jika tidak mempunyai judul bersama, entri utama adalah pengarang atau judul arya tersebut, sedangkan entri tambahannya dibawah editor.
d. Karya anonim
Adalah karya yang tidak diketahui pengarangnya ataupun nama pengarangnya tidak jelas, untuk karya ini yang menjadi entri utama adalah judul.
e. Karya badan korporasi
Yang menjadi tajuk entri utama untuk badan korporasi adalah badan itu sendiri, jika badan itu yang bertanggung jawab atas karya yang dihasilkan.
f. Karya terjemahan
Bila suatu karya diterjemahkan ke dalam bahasa lain, tajuk entrinya ditentukan pada pengarang asli, dan entri tambahan dibuat pada peterjemah.

2.4.3 Deskripsi Bibliografi
Dalam pengatalogan dikenal deskripsi bibliografi yang merupakan keterangan mengenai terbitan monograf maupun terbitan berseri. Pembuatan deskripsi bibliografi bertujuan untuk menyediakan data tentang buku bagi pengguna perpustakaan. Pedoman untuk menentukan deskripsi bibliografi adalah Anglo American Cataloguing Rules edisi kedua revisi (AACR2).
Dalam membuat deskripsi bibliografi sumber informasi yang digunakan adalah terbitan itu sendiri. Urutan sumber informasi menurut Sulistyo Basuki (1993:330) yaitu:
• “Halaman judul, yaitu halaman yang memuat judul sebenarnya.
• Halaman permulaan lainnya ( misalnya halaman judul singkat, dibalik halaman judul, kulit buku dan punggung buku) dan kolofon.
• Terbitan itu sendiri, misalnya kata pengantar, kata pendahuluan, teks, lampiran, tambahan dan sampul buku
• Di luar terbitan itu sendiri”.
Deskripsi bibliografi disusun oleh tujuh daerah dan masing-masing daerahnya memuat informasi yang disebut unsur. Adapun susunan urutan unsur dalam daerahnya masing-masing adalah:
1. Judul di kutip sesuai dengan apa yang terdapat pada halaman judul, kalau judul terlalu panjang dapat di potong dan diikuti tanda ellipsis[ ---]
a. Judul tambahan dipisahkan dari judul utamadengan tanda baca titik dua [:]
b. Judul paralel adalah judul yang dinyatakan dalam berbagai bahasa yang dalam pencatatannya masing-masing dipisahkan dengan tanda sama dengan [=]
2. pernyataan pengarang dicatat setelah judul tanda garis miring [/] digunakan untuk memisahkan kedua unsur itu.
3. pernyataan edisi dicatat dengan menggunakan angka Arab kata Edisi ( edition) disingkat menjadi ed. Edisi dipisahkan dengan garis miring [/] dari pernyataan pengarang/editor yang khusus untuk edisi itu.
4. impresium terdiri dari tempat terbit, nama penerbit dan tahun terbit. Tempat terbit dan nama penerbit dipisahkan dengan tanda titik dua [:]
contoh: Jakarta: Direktorat Jenderal Transmigrasi, 1972.
a) Tempat terbit yang ganda dipisahkan dengan tanda titik koma
b) Tempat terbit dan nama penerbit yang kedua-duanya ganda dipisahkan dengan tanda titik koma [;]
c) Tempat terbit yang tidak diketahui dinyatakan [s.l] antar tanda kurung siku. ( s.l=sine loco)
d) Nama penerbit yang tidak diketahui dinyatakan [s.n] antara kurung siku. (s.n =sine nomine)
e) Tempat dan nama penerbit yang keduanya tidak diketahui dinyatakan dengan [s.l.:s.n] diikuti dengan tempat dan nama pencetak antara kurung siku.
5. Deskripsi fisik terdiri dari pernyataan jumlah halaman ( jumlah jilid untuk karya yang lebih dari satu volume) dan pernyataan ilistrasi. Keduanya di pisah dengan tanda titik dua [:]. Halaman dinyatakan dengan tanda p dan ilustrasi dengan ill.
6. seri dinyatakan dengan kurung dalam kolasi setelah nomor seri dipisahkan dengan titik koma [;].
7. catatan diberikan dalam urutan berikut :
a. catatan bibliografi mengenai judul asli, bentuk karya akademis ( disertasi, tesis, skripsi), nama sponsor dan sebagainya.
b. Catatan seri seperti adanya bibliografi, judul jilid pada monograf berjudul yang tiap jilidnya mempunyai judul.
8. jejakan ( tracing) berisi deskriptor- deskriptor untuk mengindeks informasi yang terdapat dalam dokumen yang bersangkutan. Jika diperlukan deskriptor dapat disertai nomor halaman tempat informasi. Jejakan ( tracing) perlu untuk mengetahui entri tambahan apa saja yang perlu dibuat untuk satu dokumen. ( Sumardji, 1988 : 159-161)

2.4.4 Penentuan Tajuk Subjek
Penentuan tajuk subjek dilakukan untuk mengetahui topik atau tema yang akan dibahas dalam suatu bahan pustaka. Tajuk subjek adalah kata atau istilah atau frase yanf digunakan pada katalog untuk menyatakan isi atau topik suatu bahan pustaka. Dalam menentukan tajuk subjek ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu:
dalam menentukan tajuk subjek ini, pertama pilihlah istilah yang paling mewakili isi dokumen
gunakan istilah yang sangat spesifik
pakailah istilah umum daripada istilah teknis
pilihlah istilah yang akan menyatakan sudut pandang yang benar.
Pakailah tajuk terbalik jika perlu untuk membentuk subjek yang sama sehingga membentuk suatu susunan yang logis
Pakailah istilah gabungan untuk dua subjek yang biasanya dibahas bersama-sama.
Bila dua istilah memiliki satu atau lebih pengertian buatlah alasannya.
( Sirdi, 1991 :13)

Untuk menentukan tajuk subjek buku, langkah yang harus dilakukan ialah dengan menganalisis subjek buku secara keseluruhan. Beberapa cara yang dapat digunakan dalam menentukan subjek buku secara cepat dan mudah ialah dengan membaca buku secar teknis:
o Judul
o Kata pengantar
o Daftar isi
o Pendahuluan
o Indeks
o Teks


2.4.5 Klasifikasi
Di perpustakaan ada begitu banyak buku, mulai dari buku yang tebal, tipis, tinggi, lebar dan sebagainya. Bila buku-buku tersebut hanya disusun menurut tinggi, warna, dan tebalnya, maka pengguna akan sulit menemukan koleksi buku yang disediakan oleh perpustakaan dalam mencari informasi yang ia butuhkan. Oleh karena itu, sebaiknya buku-buku tersebut harus disusun dan dikelompokkan sesuai dengan isi dan subjeknya.
Pengelompokan buku dalam perpustakaan di kenal dengan istilah klasifikasi bahan pustaka. Ada beberapa sumber yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan pengertian klasifikasi. Soetminah (1992: 81) menjelaskan bahwa “klasifikasi adalah kegiatan mengelompokkan buku-buku yang subjek atau isinya sama dan memisahkan buku-buku yang subjeknya berbeda”.
Menurut Towa Homakonda (2001:1), “klasifikasi merupakan pengelompokan yang sistematis dari pada sejumlah objek, gagasan, buku atau benda-benda lain ke dalam kelas atau golongan tertentu berdasarkan ciri-ciri yang sama”. Sedangkan menurut Sulistyo Basuki (1993:395) menyebutkan “ klasifikasi adalah proses pengelompokan artinya mengumpulkan benda atau entitas yang tidak sama”.
Secara sederhana dari pengertian klasifikasi di atas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi adalah pengelompokan buku-buku yang subjeknya sama dan sesuai dengan bidang ilmu yang terkandung dalam buku tersebut. Pengelompokan bidang ilmu tersebut dapat dibagi atas:
o Kelompok buku teks
o Kelompok terbitan berkala, seperti:
- majalah
- bibliografi
- indeks
- dan lain-lain
o kelompok bidang ilmu pengetahuan
- filsafatk
- keagamaan
- sosial/kemasyarakatan
- bahasa
- eksakta
- terapan/praktis
- kesenian,rekreasi dan olahraga
- kesusasteraan
- sejarah, bibliografi dan ilmu bumi
( Sumardji 1988: 25)
Tujuan klasifikasi adalah untuk membantu pemakai mengidentifikasi dan melokalisasikan sebuah dokumen berdasarkan nomor panggil, serta mengelompokkan semua dokumen sejenis menjadi satu.
Ada beberapa sistem klasifikasi yang digunakan perpustakaan di seluruh dunia seperti, Dewey Decimal Classification (DDC), Universal Decimal Classification (UDC), Library Congress Classification (LCC), daftar perluasan DDC yang khusus dikembangkan untuk Indonesia, dan lain-lain. Dari beberapa sistem klasifikasi tersebut, DDC merupakan sistem yang paling banyak digunakan oleh perpustakaan di dunia termasuk di Indonesia. DDC membagi ilme pengetahuan dalam 10 kelas utama, yaitu:
000 karya umum
100 Filsafat
200 Agama
300 Ilmu-ilmu Sosial
400 Bahasa
500 Ilmu Murni
600 Teknologi terapan
700 Kesenian
800 Sastra
900 Sejarah dan Geografi ( Sulistyo-Basuki, 1993:408)
Ada dua kegunaan sistem klasifikasi yang dapat dilihat yaitu:
1) untuk memberikan nomor panggil yang menyatakan letak suatu karya di rak. Dengan sistem klasifikasi ini, sebuah buku hanya memperoleh satu nomor kelas.
2) Untuk menjelaskan isi serta menentukan nomor panggil. Dengan sistem klasifikasi ini, sebuah karya memperoleh satu nomor kelas utama yang berguna sebagai nomor panggil dan beberapa nomor kelas tambahan.

2.4.6 Filling Kartu Katalog
Filling kartu katalog adalah penyusunan kartu pada laci lemari katalog. Kartu-kartu yang telah selesai dibuat, disusun dalam laci katalog sesuai dengan peraturan yang digunakan oleh suatu perpustakaan. Menurut Sumardji ( 1997 :69) penyusunan kartu katalog adalah sebagai berikut:
o “ bagi kelompok kartu katalog pengarang, kartu katalog judul, dan kartu katalog subjek, masing-masing disusun menurut urutan secara alfabetis dari huruf-huruf nama pengarang, judul dan subjek.
o Bagi kelompok kartu katalog shelflist disusun menurut urutan nomor penempatan (call number) yang tercantum pada sudut kiri atas”.
Penjajaran kartu katalog harus disusun menurut peraturan yang ada, agar katalog dapat benar-benar berdaya guna bagi pengguna perpustakaan. Ada tiga nama yang pernah mengeluarkan peraturan penjajaran kartu katalog, yaitu:
1) Cutter
Peraturan yang dibuat Cutter ini pada dasarnya penjajaran menurut abjad. Tetapi Cutter juga penyimpanan dengan mengadakan pengelompokan tajuk (entri)
2) ALA (American Library Association)
Prinsip utama dari peraturan yang dibuat oleh ALA adalah penjajaran secara abjad dengan mengabaikan tanda baca dan pengelompokan entri nama keluarga yang dijajar lebih dulu sebelum entri lain yang memiliki kata yang sama.
3) LC ( Library of Congress)
4) Peraturan yang dibuat oleh ALA ini tidak sepenuhnya disusun menurut abjad, karena terdapat beberapa pengelompokan antar penjajaran ( Eryono, 193:302)

2.4.7 Pelabelan (labelling)
Labelling merupakan suatu pekerjaan memberi perlengkapan pada buku sebelum disajikan kepada pengguna dalam proses peminjaman atau sirkulasi. Pelabelan (labeling) dilakukan agar bahan pusyaka yang berisi informasi penting dapat dikenali dengan mudah dan cepat ditemukan oleh para pengguna perpustakaan. Menurut Sumardji ( 1998: 26) yang dimaksud dengan” pelabelan adalah kegiatan membuat /menulis nomor penempatan (call number) setiap bahan koleksi pada label tertentu, kemudian menempelkannya pada punggungnya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Label tersebut ditempel pada punggung buku kira-kira 2,5 cm dari bawah dalam posisi buku berdiri. Kelengkapan lain yang harus dibuat adalah kantong buku, dan lembaran tanggal kembali.

2.4.8 Penyusunan Buku di Rak
Penyusunan buku di rak sering disebut dengan istilah shelving. Shelving adalah penempatan buku pada rak menurut cara tertentu sehingga mudah ditemukan pengguna dengan cepat. Penyusunan buku di rak dilakukan secara sistematis, yang diurutkan dari nomor klasifikasi terkecil sampai pada nomor klasifikasi terbesar (mulai dari nimor 000-999).
Pekerjaan ini harus dilakukan dengan cermat, agar koleksi buku yang ada pada perpustakaan dapat ditemukan dan tidak dianggap hilang karena kesalahan penempatan buku yang tidak sesuai dengan nomor klasnya.





























BAB III
PENGATALOGAN BAHAN PUSTAKA BUKU PADA
PERPUSTAKAAN STT ABDI SABDA
MEDAN

Gambaran Umum STT ABDI SABDA MEDAN
Di dorong oleh panggilan untuk memberitakan Injil Kristus dan kebutuhan akan tenaga pelayan Gereja, pertengahan dekade 60-70 an Gereformeerd Indonesia mengajak Gereja-Gereja di Sumatera Utara untuk menyelenggarakan sekolah formal untuk mendidik calon-calon guru Injil dan guru agama Kristen, baik untuk bekerja di gereja maupun di sekolah-sekolah.
Ajakan gereja Gereformeerd Indonesia untuk maksud di atas disambut baik oleh beberapa gereja di Sumatera Utara. Sambutan di atas diwujudkan dalam pertemuan bersama yang dihadiri oleh masing-masing utusan gereja yaitu:
1. Pdt. Sep Purnahadikawahyo dari Gereformeerd Church in Indonesia (GKI- Sumut).
2. Pdt. KLF. Legrand dari Gereformeerd Church in Indonesia (GKI-Sumut).
3. Pdt. Anggapen Ginting Suka dari Gereja Batak Karo Protestan (GBKP).
4. Pdt. Ros Telambanua dari Gereja Nias Kristen Protestan (BNKP)
5. Pdt. A. Wilmar Saragih dari Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS).
6. Pdt. S.P. Dasuha dari GKPS
Adapun keputusan penting yang diambil lewat pertemuan di atas adalah keempat gereja sepakat untuk mendirikan Yayasan Pendidikan Petugas Gereja dengan tujuan untuk menyelenggarakan sekolah untuk mendidik petugas dan calon petugas gereja.
Pada hari Jumat, 16 Agustus l967 dilakukan penandatanganan akta pendirian Yayasan di depan notaris. Keempat gereja diwakili oleh:
1. Pdt. Anggapen Ginting Suka dari GBKP
2. Pdt. Lesman Purba dari GKPS
3. Pdt. Sep Purnahadikawahyo dari GKI-Sumut
4. Pdt. Baziduhu Larosa dari BNKP

Dalam rangka untuk semakin meningkatkan dan merelevankan kehadirannya, sekolah ini ditingkatkan menjadi Institut Teologi Abdi Sabda (ITAS) pada tahun 1983. Sejak tahun 1987 Yayasan Abdi Sabda menerima gereja lain sebagai gereja pendukung Yayasan ini.
Adapun gereja-gereja yang menjadi pendiri dan pendukung Yayasan Abdi Sabda sejak tahun 1987 adalah sebagai berikut:
1. Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)
2. Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS)
3. Gereja Kristen Indonesia Sumatera Utara (GKI-Sumut)
4. Banua Niha Keriso Protestan (BNKP)
5. Huria Kristen Indonesia (HKI)
6. Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA).
7. Pada tahun 2006 Yayasan Abdi Sabda maju selangkah lagi dengan menerima Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) menjadi anggota pendukung.
Dengan demikian bertambahlah gereja pendiri dan pendukung dari enam gereja menjadi tujuh gereja yaitu: GBKP, GKPS, BNKP, GKI Sumut, HKI, GKPA, dan GKPI.
Pada tahun yang sama (2006) dalam statutanya, STT Abdi Sabda menuangkan visinya sebagai berikut: menjadi Sekolah Tinggi Teologi yang terbaik di Indonesia khususnya di bidang pastoral konseling/teologi.

Usaha Yayasan
Untuk mencapai tujuannya, Yayasan ini telah/sedang menyelenggarakan sekolah sebagai berikut:
1. 1968 - 1976 menyelenggarakan Sekolah Guru Injil (SGI) dan Sekolah Pendidikan Guru (SPG).
2. 1983 - sekarang melalui STT Abdi Sabda membuka fakultas PAK
3. 1984 - sekarang membuka fakultas Theologia
4. 1997 - sekarang membuka program paska sarjana untuk program M.Th, M.Div, dan M.Min

Sejak Berdirinya STT Abdi Sabda dipimpin oleh rektor/ketua di bawah ini:

A.Rektor:
1. Pdt. Johanes Pengarapen Sibero, MTh (alm) (1983-1988)
2. Pdt. Mika Damanik (alm) (1988-1990)
3. Pdt Ruben Bangun, MTh (1990-1992)
4. Pdt. Mika Damanik (alm) (1992-1994)
5. Pdt. Berlian Saragih, M.Litt (1994-1996)
6. Pdt. Anggapen Ginting Suka, DPS (1996-1998)

B.Ketua:
1. Pdt. Edison Munthe D.Min (1998-2000)
2. Pdt. Efrata Tarigan STh, M.Si (alm) (2000 - 2002)
3. Pdt. Thomas Johanis Nanulaitta, MT.h (2002-2004)
4. Pdt. Jaharianson Saragih STh, MSc, Ph.D (2004-2007)
5. Pdt. Dr. Jontor Situmorang, M.Th (2007-2010)

Sebagai lembaga pendidikan yang oikumenis, STT Abdi Sabda sampai tahun 2007 telah menamatkan mahasiswa jurusan :
1. Sarjana Theologi (STh) sebanyak 509 orang, dengan perincian sebagai berikut :
a. Dari Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) :146 orang
b. Dari Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) :126 orang
c. Dari Huria Kristen Indonesia (HKI) :109 orang
d. Dari Banua Niha Keriso Protestan (BNKP) : 42 orang
e. Dari Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA) : 32 orang.
f. Dari Gereja Kristen Indonesia Sumatera Utara (GKI SU) : 17 orang
g. Dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) : 14 orang
h. Dari Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) : 8 orang
i. Dari Gereja Metodis Indonesia (GMI) : 6 orang
j. Dari Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD) : 5 orang
k. Dari AFG : 1 orang
l. Dari Gereja Kristen Pulau Mentawai (GKPM) : 1 orang
m. Dari Gereja Punguan Kristen Batak (GPKB) : 2 orang
2. Sarjana PAK (S.PAK) : 777 orang
3. Diploma III (D3) PAK : 294 orang
4. Diploma II (D2) PAK :1.161 orang
5. PWG : 20 orang
6. Pascasarjana sebanyak 47 orang diantaranya :
a. Magister Theologia (M.Th) : 31 orang
b. Magister Divinity (M.Div) : 2 orang
c. Magister Ministry (m.Min) : 14 orang
Jadi jumlah alumni STT Abdi Sabda Medan sampai tahun 2007 adalah sebanyak 2808 orang.
Lulusan di atas berasal dari berbagai gereja yaitu: GBKP, GKPS, GKI-Sumut, BNKP, HKI, GKPA, GKPI, HKBP, GPIB, GKPPD, GPDI, GPI, GKPM, ONKP, AFG, GMI, GKPPD, GPP, GMI, dan lain-lain.
Sejak tahun 1988 STT Abdi Sabda telah menyelenggarakan ujian Negara baik untuk jurusan PAK dan Theologia tahun 1998.
Sebagai lembaga pendidikan Theologi STT Abdi SAbda adalah anggota Persetia (Perhimpunan Sekolah Tinggi Teologia) dan ATESEA (Association of Theological Education in South East Asia). Disamping itu STT Abdi Sabda juga menjalin kerjasama dengan mitra dalam negeri seperti Departemen Agama, Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), BKAG, Gereja-Geeja di Indonesia, dan juga dengan mitra di luar negeri seperti: Lutheran World Federation (LWF)-Geneva, Norwegian Lutheran Mission (NLM), Lutheran Church of Australia (LCA), Overseas Mission Fellowship (OMF), Evangelical Lutheran Church in America (ELCA), World Church of Council (WCC)-Geneva, CCA-Chiang May, Presbyterian Church di Skotlandia dan Korea Selatan, Gereja Anglikan di Inggris, United in Mission (UIM) –Wuppertal, dan lain-lain.
STT Abdi Sabda juga aktip dalam pengabdian masyarakat. sejak tahun 1991 STT Abdi Sabda aktip melayani di LP Anak Klas 1-A dan sejak tahun 1995 di Rutan keduanya di Tanjung Gusta Medan. Disamping itu juga aktip terlibat dalam memberikan bantuan bagi bencana tsunami Nias dan Aceh. Saat ini STT Abdi Sabda juga aktip menyalurkan beasiswa untuk penduduk sekitar lingkungan kampus yang berpendidikan kelas 4 SD – SMP dari keluarga yang tidak mampu sebanyak 40 orang.
Status Akreditasi STT Abdi Sabda, sampai saat ini status akreditasi STT Abdi Sabda adalah sebagai berikut:
1. Status diakui oleh Keputusan Dirjen Bimas Kristen Depag RI No: DJ.III/Kep/HK.00.5/101/2441/2004 untuk program S1 PAK dan Teologi.
2. Status terakreditasi oleh keputusan Dirjen Bimas Kristen Depag RI No. DJ.III/ Kep/ HK.00.5/ 246/2576/2005 untuk program pascasarjana Stratum Dua (S2) program studi teologi.
Status terakreditasi oleh The Association for Theological Education in South East Asia (ATESEA) untuk program Sarjana Theology dan Master Divinity tahun 2007.
Program Studi STT ABDI SABDA:
No Program Studi Jenjang Ketua Jurusan
1 TEOLOGIA S1 . Pdt. Thomas Johanis Nanulaitta, M.Th
2 PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
SI
DIII
. Pdt. Agus Jetron Saragih, M.Th
3 PASCA SARJANA TEOLOGIA S2 Pdt. Dr. Batara Sihombing,M.Th
Dalam menunjang kegiatan belajar mengajar, kampus STT ABDI SABDA MEDAN telah menyiapkan beberapa fasilitas:
• Jaringan komputer yang baik dan beberapa titik akses point guna menunjang kegiatan mahasiswa dalam mencari informasi melalui Internet
• Perpustakaan
• Gedung ber-AC
• Parkiran yang luas dan aman
• Mendukung kegiatan extrakulikuler buat mahasiswa,
Peranan AMIK MBP
Sekolah Tinggi Teologia Abdi Sabda adalah lembaga pendidikan gerejani yang bertujuan untuk mendidik para calon pelayan dan pengajar Sehingga disiplin dan tata tertib yang berdasarkan kasih, sangatlah diperlukan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di lembaga pendidikan ini baik di dalam maupun di luar kampus. Keutuhan citra dan reputasi STT Abdi Sabda sebagai lembaga pendidikan ditanggungjawabi oleh Pimpinan STT Abdi Sabda.
Seorang mahasiswa dituntut untuk mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya selama ia studi, sebagai jawaban atas panggilannya sebagai mahasiswa. Oleh karena itu seharusnya mahasiswa menggunakan talenta dan segala potensinya secara maksimal dalam belajar. STT Abdi Sabda terpanggil untuk mempersiapkan para mahasiswa secara akademis. Untuk menunjang hal ini, sejak awal para mahasiswa baru dipersiapkan dan dibekali melalui kegiatan “Pengarahan Akademis Mahasiswa”. Kegiatan ini wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa-mahasiswi baru termasuk mahasiswa-mahasiswi yang transfer yang belum diarahkan secara akademis sejak awalnya di perguruan tinggi yang ditinggalkannya. Sebagai tindak lanjut usaha untuk membimbing mahasiswa secara akademis, STT Abdi Sabda mengangkat dosen-dosen Penasehat Akademik bagi paramahasiswa. Untuk memperlancar pelaksanaan pembimbingan, mahasiswa-mahasiswa dibagi atas beberapa kelompok untuk dibimbing oleh dosen Pembimbing Akademis. Bagi mahasiswa diadakan bimbingan studi secara reguler mulai dari awal semester. Mahasiswa wajib mengikuti bimbingan ini. Salah satu implementasi bimbingan akademis di tiap semester adalah perencanaan dan pembicaraan tentang pengisian Kartu Rencana Studi (KRS) dan Kartu Hasil Studi (KHS). Dalam proses belajar mahasiswa diharuskan mengikuti prosedur akademis yang ditentukan oleh bidang akademis STT Abdi Sabda dan mematuhi prosedur belajar mengajar seperti: tiba di lokal tepat waktu, tidak diperkenankan merokok dalam ruangan, disekitar ruangan kelas dan disekitar ruangan kantor. Dalam mengerjakan ujian dan tugas-tugas mahasiswa harus menjunjung nilai-nilai kejujuran serta menjauhkan usaha penjiplakan.
Setiap mahasiswa wajib memperlihatkan displin diri yang tertib di dalam kehidupan akademis maupun kehidupan sehari-hari. Seluruh mahasiswa bertanggungjawab terhadap keamanan, ketertiban dan ketentraman kampus. Pelanggaran terhadap peraturan-peraturan di bawah akan dikenakan sanksi oleh Pimpinan STT Abdi Sabda, berupa: peringatan pertama s/d ketiga, skorsing dan pemecatan atas keputusan rapat Pimpinan STT Abdi Sabda
STT Abdi Sabda sebagai lembaga perguruan tinggi terpanggil untuk melayani masyarakat dan memelihara kehidupan bermasyarakat agar rukun dan damai sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Sehingga mahasiswa sebagai bagian dari STT Abdi Sabda berkewajiban untuk menjaga dan memelihara nama baik STT Abdi Sabda di masyarakat, menjalin kerjasama, dan memelihara kehidupan yang harmonis..
VISI
Menjadi Lembaga Pendikan Terbaik pada bidang teologia
MISI
- untuk mendidik para calon pelayan dan pengajar Sehingga disiplin dan tata tertib yang berdasarkan kasih, sangatlah diperlukan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di lembaga pendidikan ini baik di dalam maupun di luar kampus

Tujuan
Adapun Tujuan dari Perguruan Tinggi STT ABDI SABDA MEDAN adalah sebagai berikut :
o Menghasilkan lulusan berkualitas yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang informatika, serta dapat bersaing ketingkat nasional maupun internasional berdasarkan moral agama.
o Mewujudkan kemandirian pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi Yang dapat adaptif, kreatif, dan proaktif terhadap perkembangan lingkungan strategis.
3.2. Koleksi
Koleksi merupakan unsur penting didirikannya sebuah perpustakaan selain gedung. Dengan adanya koleksi perpustakaan, maka fungsi dari perpustakaan dapat berjalan sacara efektif. Koleksi perpustakaan STT ABDI SABDA terdiri dari buku teks, koleksi deposit dan koleksi referensi. Koleksi referensi hanya dapat dibaca di ruangan perpustakaan saja.
Perpustakaan STT ABDI SABDAmenyediakan berbagai koleksi agar mahasiswa dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Jumlah koleksi perpustakaan tersebut adalah 15.038 eksemplar. Koleksi yang ada pada perpustakaan STT ABDI SABDA terdiri dari:
• buku teks bidang ilmu pengetahuan bidang agama kristen
• koleksi referensi seperti kamus, ensiklopedia, peta, globe, dan buku tahunan
• koleksi deposit seperti tugas akhir dari mahasiswa
3.3 Pelayanan Perpustakaan STT ABDI SABDA MEDAN
Pengguna perpustakaan akan merasa nyaman dalam melakukan kegiatan perpustakaan jika layanan yang diberikan dapat memuaskan pengguna. Kegiatan pelayanan perpustakaan STT ABDI SABDA yang dilakukan di bagi atas dua macam, yaitu kegiatan layanan teknis dan kegiatan layanan pengguna.
3.3.1 Pelayanan Teknis
Pelayanan teknis dilakukan meliputi kegiatan pengadaan, inventarisasi, pengolahan dan pemeliharaan.
a. Pengadaan
Kegiatan pengadaan koleksi perpustakaan dilakukan dengan dua cara:
1. pembelian
Pembelian buku dilakukan oleh petugas perpustakaan dan institusi dengan menggunakan dana anggaran rutin yang telah ditetapkan. Buku-buku yang dibutuhkan langsung dibeli di toko buku. Buku-buku yang dibeli perpustakaan disesuaikan dengan kurikulum yang telah ditetapkan oleh STT ABDI SABDA
2.Sumbangan
Selain diperoleh dari pembelian, koleksi buku perpustakaan STT ABDI SABDA sebagian berasal dari hasil sumbangan para dosen dan mahasiswa. Setiap mahasiswa wajib menyerahkan satu hasil dari kertas karya atau tuga akhir yang telah di buat.
b. Inventarisasi
Langkah awal yang dilakukan perpustakaan STT ABDI SABDA sebelum mengolah bahan koleksi yang berasal dari pembelian dan sumbangan adalah menginventarisasikan koleksi perpustakaan tersebut. Hal ini bertujuan agar perpustakaan dapat mengetahui jumlah koleksi yang dimiliki.
3.3.2 Pelayanan Pengguna
Dalam melayani pengguna, perpustakaan STT ABDI SABDA memakai sistem perpustakaan terbuka (opened access). Sistem pelayanan terbuka (opened access) ini merupakan sistem dimana pengunjung perpustakaan diperbolehkan untuk mencari sendiri koleksi yang dibutuhkan dengan bebas.
Pelayanan sirkulasi
Kegiatan pelayanan sirkulasi meliputi kegiatan pendaftaran anggota pepustakaan, peminjaman, pengembalian, dan perpanjangan koleksi. Pengguna dapat meminjam koleksi perpustakaan jika sudah terdaftar menjadi anggota perpustakaan. Waktu pinjam koleksi perpustakaan hanya 1 minggu dan jika terlambat mengembalikan buku tersebut akan dikenakan denda sebanyak Rp 500 per hari. Koleksi perpustakaan STT ABDI SABDA selain dapat dibaca di ruang perpustakaan juga dapat dibawa pulang atau dipinjam.. Dan untuk koleksi yang rusak atau hilang, pengguna diwajibkan mengganti buku tersebut dengan judul yang sama atau membayar sebesar harga buku itu.
Hal tersebut dimaksudkan agar para pengguna perpustakaan dapat disiplin dalam menggunakan bahan pustaka. Karena dengan koleksi yang terbatas, pengguna perpustakaan diharapkan dapat bekerjasama dalam memajukan perpustakaannya dengan memberikan kesempatan kepada pengguna yang lain untuk dapat meminjam bahan pustaka yang sama. Dengan demikian, walaupun perpustakaan yang memiliki tidak terlalu besar.
Pelayanan Referensi
Pelayanan referensi yang diberikan berupa bantuan penelusuran koleksi referensi dan penjelasan mengenai fasilitas yang dimiliki perpustakaan. Koleksi referensi yang dimiliki perpustakaan STT ABDI SABDA adalah ensiklopedia, kamus (dalam berbagai bahasa), undang-undang dan karya ilmiahWaktu Pelayanan
Waktu pelayanan perpustakaan dibuka setiap hari dengan rincian jam buka sebagai berikut:
- Senin- Jumat : 09.00-18.00 Wib
- Sabtu : 09.00- 15.00 Wib
- jam istirahat : 13.00-14.00 Wib
3.4 Pengatalogan Buku
Pengguan dapat dengan mudah dan jelas memperolah informasi mengenai buku yang dibutuhkan, jika koleksi yang dimiliki diolah terlebih dahulu. Pengolahan buku pada Perpustakaan STT ABDI SABDA dilakukan melalui beberapa tahap sampai buku tersebut siap dilayangkan kepada para pengguna, sebelum diolah atau belum. Jika buku tersebut sudah pernah diolah, tidak perlu diolah lagi hanya dibuatkan label nomor panggil buku, kartu dan kantong kartu buku, serta slip tanggal kembali buku. Tetapi jika buku tersebut belum pernah diolah, maka petugas perlu membuat konsep katalognya terlebih dahulu, lalu menentukan nomor klasnya.
Sebelum membuat konsep katalog buku, terlebih dahulu petugas perpustakaan melihat katalog dalam terbitan (KDT) yang ada pada buku. Jika pada buku terdapat katalog dalam terbitan, maka petugas hanya mengetik katalog dalam terbitan tersebut pada kartu katalog. Tetapi jika buku yang akan diolah tidak memiliki katalog dalam terbitan, petugas perpustakaan harus membuat konsep katalognya terlebih dahulu lalu setelah konsepnya selesai dapat diketikkan pada kartu katalog. .

Katalogisasi
katalogisasi merupakan proses pembuatan kartu katalog. Katalog berfungsi sebagai sarana yang disediakan perpustakaan untuk menemukan buku yang dubutuhkan oleh pengguna dengan mudah. Pembuatan kartu katalog tersebut diketik secara manual.
Dalam pembuatan kartu katalog manual ada beberapa langkah yang harus diperhatikan agar kartu katalog tersebut dapat berjalan sesuai dengan fungsinya. Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembuatan kartu katalog dapat dilihat sebagai berikut:
a. Langkah pertama, menentukan pengarang yang menjadi tajuk entri utama
b. Langkah kedua, membuat deskripsi bibliografi
c. Langkah ketiga, menentukan subjek
d. Langkah ke empat, membuat nomor kelas buku
Keempat langkah tersebut merupakan konsep katalog yang dikerjakan pada kertas buram atau temporary slip (T-slip). Setelah konsep katalog selesai dibuat dan diperiksa, kemudian konsep tersebut diketik pada kartu katalog yang terbuat dari kertas karton dengan ukuran 7,5 x 12,5 cm.
Penentuan tajuk subjek
Proses penentuan tajuk subjek pada perpustakaan AMIK MBP dilakukan berdasarkan katalog dalam terbitan (KDT) yang terdapat dalam halaman balik dari halaman judul buku. Jika buku tersebut tidak memiliki KDT, maka petugas menentukan sendiri subjek buku dengan membaca isi buku secara keseluruhan.
Klasifikasi
Klasifikasi merupakan proses pemberian nomor panggil atau notasi buku. Proses klasifikasi buku yang dilakukan oleh perpustakaan STT ABDI SABDA sangat sederhana, karena buku-buku yang diklasifikasikan tidak mencakup semua bidang ilmu seperti yang terdapat pada perpustakaan yang besar. Buku-buku yang dilkasifikasikan terdiri dari buku-buku ilmu pengetahuan umum,agama kristen . Ada beberapa pedoman yang dijadikan petugas sebagai acuan dalam mengklasifikasikan buku seperti Pengantar Persepuluhan Dewey.
Pelabelan (labeling)
Proses pelabelan (labeling) merupakan kegiatan pembuatan kelengkapan fisik buku yang meliputi pemberian pemberian label nomor panggil buku, kartu buku, kantong buku, lembar tanggal kembali buku, serta penyampulan buku. Pelabelan buku dilakukan setelah proses katalogisasi dan klasifikasi buku selesai.
Proses pelabelan buku yang dilakukan perpustakaan STT ABDI SABDA dapat dilihat sebagai berikut:
1. buku-buku yang telah dikatalog, diberi label nomor panggil buku dan kemudian label tersebut ditempelkan pada punggung buku dengan jarak 3 cm dari tepi bawah punggung buku
2. pembuatan kartu dan kantong buku yang berisi judul buku, pengarang, dan nomor panggil buku. Kantong buku ditempel pada halaman akhir belakang buku dan kartu buku dimasukkan ke dalam kantong buku.
3. Menempelkan lembar slip tanda kembali buku pada halaman belakang bersebelahan dengan kartu buku
4. Menyampul buku agar buku terhindar dari kotor dan kerusakan. Penyampulan buku ini dilakukan untuk merawat buku agar buku dapat bertahan lebih lama.


Penjajaran Kartu Katalog
Kartu-kartu katalog yang telah selesai diketik disusun dengan rapi dan teratur pada laci katalog yang telah tersedia. Hal tersebut dilakukan agar kartu-kartu katalog tersebut dapat dimanfaatkan oleh para pengguna.
Penyusunan Buku di Rak
Kegiatan terakhir yang dilakukan pada pengolahan buku perpustakaan STT ABDI SABDA adalah penyusunan buku di rak. Buku-buku yang telah selesai diberi kelengkapan fisik, kemudian disusun pada rak buku yang telah disediakan. Buku –buku tesebut disusun dan dikelompokkan berdasarkan subjek dan nomor panggil buku, sesuai dengan nomor klasifikasi yang ada pada DDC.
Penyusunan buku-buku tersebut dimulai dari nomor klas terkecil sampai nomor klas yang terbesar, yaitu dari nomor klas 000, nomor klas 100, dan seterusnya sampai nomor klas 900. untuk koleksi yang tidak diolah seperti karya ilmiah, disusun menurut tahun terbitnya.
Penyususunan buku di rak perlu diperhatikan dan dilakukan dengan teliti, agar tidak terjadi kesalahan penempatan nomor klas buku. Jika buku tidak ditempatkan sesuai dengan nomor kelasnya, maka buku tersebut akan sulit ditemukan oleh pengguna yang membutuhkannya. Dengan adanya penyusunan buku yang benar pada rak buku dapat mempermudah pengguna dalam menemukan koleksi buku yang dibutuhkan.










BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas sebelumnya, maka penulis membuat kesimpulan sebagai berikut:
1. Mahasiswa yang menjadi anggota perpustakaan tidak mempunyai minat baca yang tinggi untuk berkunjung ke perpustakaan karena kurang ramahnya pegawai perpustakaan tersebut
2. Tenaga perpustakaan STT ABDI SABDA tidak semuanya mendapat pendidikan formal mengenai ilmu perpustakaann adapun Cuma 1 orang saja dan itu juga masih tergolong baru
3. Koleksi buku yang dimiliki perpustakaan STT ABDI SABDA telah diolah sebelum dilayangkan kepada pengguna
4. Koleksi perpustakaan STT ABDI SABDA terdiri dari koleksi buku teks, koleksi deposit dan koleksi referensi
5. Pengatalogan koleksi perpustakaan STT ABDI SABDA masih manual sehingga pengguna sulit menemukan informasi yang dibutuhkan
Saran
Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan oleh penulis pada perpustakaan STT ABDI SABDA maka penulis mengemukakan saran sebagai berikut :
1. dengan berkembangnya ilmu pengetahuan pada saat ini, sebaiknya pengatalogan buku yang ada pada perpustakaan STT ABDI SABDA dilakukan dengan cara online atau dengan menggunakan OPAC supaya pengguna dapat dengan mudah mencari informasi yang dibutuhkan
2. tenaga perpustakaan hendaknya mendapat pendidikan formal mengenai ilmu perpustakaan agar dapat mengolah dan mengembangkan perpustakaan dengan baik
3. tenaga perpustakaan STT ABDI SABDA hendaknya mempunyai sifat yang ramah terhadap pengguna perpustakaan agar pengguna dapat merasakan kepuasan ketika berkunjung ke perpustakaan.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2004. Perpustakaan Perguruan Tinggi Buku Pedoman. Jakarta
Hamakonda, Towa P. 2002. Pengantar Klasifikasi Persepuluhan Dewey. Jakarta: Gunung Mulia
Hasugian, Jonner.2009. Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan. Medan : USU Press
Soetminah. 1992. Perpustakaan, Kepustakaan, dan Pustakawan. Yogyakarta : Kanisius
Sulistyo-Basuki. 1993. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Sumardji, P. 1988. Perpustakaan : Organisasi dan tata kerjanya. Yogyakarta : Kanisius
OBSERVASI LANGSUNG KE: KAMPUS STT ABDI SABDA JL BINJAIKM 10.8 MEDAN (20352)

Arsip

Arsip selalu terkait erat dengan organisasi penciptanya (creating agency) dan informasi yang terekam tersebut merupakan hasil samping (by-product) dari kegiatan transaksi atau kegiatan operasional organisasi. Untuk membedakan antara arsip dengan informasi yang terekam lainnya seperti bahan pustaka, majalah, koran dan lain-lainnya, atau yang sering disebut sebagai karya cetak atau karya rekam, informasi yang terekam dalam media apapun baru dapat disebut arsip bila memenuhi tiga syarat yaitu isi yang terkandung (content), struktur informasi (structure), dan keterkaitan informasi dengan lembaga penciptanya (context). Dengan kata lain, arsip harus merupakan bukti (evidence) dari suatu kejadian atau kegiatan dan berisi data yang mempunyai arti secara sosial (Djoko Utomo, 2001: 4).

Dengan begitu terdapat perbedaan tegas antara "information products" dengan "information by-products" (arsip). Dilihat dari asal-usulnya, "information products" sengaja ditulis atau direkam terutama mengenai bermacam-macam persoalan pokok, termasuk karya-karya imajinasi (fiksi), karya-karya hasil pemikiran/ilmiah, karya-karya artistik dan seni, dan karya-karya lainnya yang sejenis. Adapun "information by-products" diciptakan maupun dikumpulkan untuk kegiatan transaksi, administrasi, dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan aktivitas sosial dan organisasional. Bila dilihat dari aspek tujuannya, "information products" sengaja dirancang untuk didesiminasikan atau dipublikasikan baik itu berupa knowledge, ide, perasaan, opini, entertainment, dan lainnya. Adapun "information by-products" tujuannya untuk memfasilitasi kegiatan organisasi, sebagai bukti aktivitas dan peristiwa yang berkaitan dengan organisasi. Dilihat dari keterkaitannya, "information products" terkait dengan penulisnya, subjeks, penerbit, distributor, dan produsernya. Sementara "information by-products" terkait dengan konteks penciptanya, aktivitas, dan keterkaitan antararsip. Dilihat dari media atau formatnya, tergantung dari penguasaan perorangan atau organisasi penciptanya terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (McKemmish, 1993: 7)

Media rekam informasi atau arsip dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok, yaitu:

(1) Media rekam kertas. Banyak sebutan untuk media rekam kertas seperti "arsip kertas", "arsip konvensional", "arsip tekstual", "hard-copy", "human readable" atau "paper based records".

(2) Arsip audio visual (audio-visual base records). Termasuk dalam kelompok ini adalah arsip gambar statik (still images), arsip citra bergerak (moving images), dan arsip rekaman suara (sound records).

(3) Arsip komputer atau elektronik (computer/electronic base records). Termasuk dalam kelompok ini adalah data-data yang tersimpan dalam floppy disk, optik, hardisk, dan compact disk.

David Roberts menyebut media rekam informasi nonkertas dengan istilah "Records in Special formats" yang terdiri dari arsip foto (photographs), Arsip Citra bergerak (cine film, videotape, optical digital video disk), Sound recordings (photographic recording, magnetic tape recording, dan optical digital recording), arsip peta dan arsip arsitektural, gambar (drawings), ephemara (poster, leaflet, kartu ucapan selamat, kartu pos, dan tiket), object, art works, publikasi, dan electronic records (Roberts, 1993: 385). Dari ketiga media rekam tersebut, atau dari dua kategori arsip kertas dan nonkertas tersebut, media rekam kertas (paper base records) merupakan media yang paling tinggi penggunaannya baik frekwensi maupun jumlahnya.

Di Indonesia, pengertian "records" dan "archives" dapat ditelusuri dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan. Perbedaan keduanya terletak pada aspek fungsi penggunaan arsip tersebut. Records adalah arsip dinamis yang masih digunakan secara langsung dalam perencanaan, pelaksanaan, penyelenggaraan kehidupan kebangsaan dan pemerintahan atau dipergunakan secara langsung untuk operasional organisasi pencipta arsip. Arsip Dinamis ini dalam aspek kepentingan penggunaannya juga dibedakan lagi menjadi dua, yakni arsip dinamis aktif (active records/current records) dan arsip dinamis inaktif (inactive records). Arsip dinamis aktif merupakan arsip yang secara langsung dan terus menerus dibutuhkan dan digunakan dalam penyelenggaraan administrasi dan keberadaan arsip ini di unit pengolah masing-masing unit kerja atau Central Files masing-masing organisasi. Adapun arsip dinamis inaktif merupakan arsip yang frekwensi penggunaannya untuk kegiatan administrasi mulai menurun dan arsip ini dikelola dalam satu unit tersendiri yang disebut Records Centre (Pusat Arsip).

Sementara itu, archives atau arsip statis adalah arsip yang sudah tidak digunakan secara langsung dalam kegiatan operasional organisasi penciptanya tetapi masih mempunyai nilai guna sekunder atau permanen (informational dan evidential value). Pengelolaan arsip statis tidak lagi berada di instansi penciptanya, tetapi dikelola oleh lembaga tersendiri ( Arsip Nasional RI, Badan atau Kantor




















Perkembangan global dewasa ini semakin menuntut pentingnya informasi bagi bagi setiap organisasi, baik organisasi pemerintah maupun swasta. Keseluruhan kegiatan organisasi pada dasarnya membutuhkan informasi. Salah satu sumber informasi penting yang dapat menunjang proses kegiatan administrasi maupun birokrasi adalah arsip (record). Sebagai rekaman informasi dari seluruh aktivitas organisasi, arsip berfungsi sebagai pusat ingatan, alat bantu pengambilan keputusan, bukti eksistensi organisasi dan untuk kepentingan pihak lain.

Pengertian Arsip
1. Arsip
Secara terminologis, arsip atau records merupakan informasi yang direkam dalam bentuk atau medium apapun, dibuat, diterima, dan dipelihara oleh suatu organisasi/lembaga/badan/perorangan dalam rangka pelaksanaan kegiatan (Walne, 1988: 128).
Sedangkan dalam UU No. 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan Pasal 1 disebutkan, yang dimaksud arsip adalah: (a) naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Lembaga-lembaga Negara dan Badan-badan Pemerintahan dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintah; (b) naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Badan-badan Swasta dan/atau perorangan, dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kehidupan kebangsaan.
2. Guna Arsip
Kegunaan arsip secara umum terbagi atas dua, yaitu kegunaan bagi instansi pencipta arsip, dan kegunaan bagi kehidupan kebangsaan. Bagi instansi pencipta, kegunaan arsip antara lain meliputi: endapan informasi pelaksanaan kegiatan, pendukung kesiapan informasi bagi pembuat keputusan, sarana peningkatan efisiensi operasional instansi, memenuhi ketentuan hukum yang berlaku, dan sebagai bukti eksistensi instansi. Sedangkan bagi kehidupan kebangsaan, kegunaan arsip antara lain sebagai: bukti pertanggungjawaban, rekaman budaya nasional sebagai “memori kolektif” dan prestasi intelektual bangsa, dan sebagai bukti sejarah.
3. Peran kearsipan
Peranan kearsipan sebenarnya sangatlah potensial dan tidak mungkin dapat dihapus dalam menunjang kelancaran kegiatan administrasi sehari-hari disegala bidang kegiatan. Kearsipan mempunyai peranan sebagai pusat kegiatan, sebagai sumber informasi, dan sebagai alat pengawas yang sangat diperlukan dalam setiap organisasi dalam melakukan kegiatan perencanaan, penganalisaan, pengembangan, perumusan, kebijaksanaan, pengambilan keputusan, pembuatan laporan, pertanggungjawaban, penilaian dan pengendalian setepat-tepatnya
4. Fungsi Arsip
Menurut UU No.7 tahun 1971, fungsi arsip dibedakan atas dua: arsip dinamis dan arsip statis. Arsip dinamis adalah arsip yang masih secara langsung digunakan dalam kegiatan-kegiatan atau aktivitas organisasi, baik sejak perencanaan, pelaksanaan dan juga evaluasi. Arsip statis adalah arsip yang tidak dipergunakan lagi di dalam fungsi-fungsi manajemen, tetapi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan dan penelitian. Arsip statis merupakan arsip yang memiliki nilai guna berkelanjutan (continuing value).
Arsip dinamis berdasarkan kepentingan penggunaannya dapat dibedakan menjadi dua yaitu arsip dinamis aktif dan dinamis inaktif. Arsip dinamis aktif berarti arsip yang secara langsung dan terus-menerus diperlukan dan dipergunakan di dalam penyelenggaraan administrasi. Sedangkan arsip dinamis inaktif merupakan arsip-arsip yang frekuensi penggunaannya untuk penyelenggaraan administrasi sudah menurun.
5. Tujuan Kearsipan
Tujuan kearsipan ialah untuk menjamin keselamatan bahan pertanggungjawaban tentang perencanaan, pelaksanaan dan penyelenggaraan kehidupan kebangsaan serta untuk menyediakan bahan Kegunaan arsip secara umum terbagi atas dua, yaitu kegunaan bagi instansi pencipta arsip, dan kegunaan bagi kehidupan kebangsaan. Bagi instansi pencipta, kegunaan arsip antara lain meliputi: endapan informasi pelaksanaan kegiatan, pendukung kesiapan informasi bagi pembuat keputusan, sarana peningkatan efisiensi operasional instansi, memenuhi ketentuan hukum yang berlaku, dan sebagai bukti eksistensi instansi. Sedangkan bagi kehidupan kebangsaan, kegunaan arsip antara lain sebagai: bukti pertanggungjawaban, rekaman budaya nasional sebagai “memori kolektif” dan prestasi intelektual bangsa, dan sebagai bukti sejarah.
Untuk mencapai tujuan keseluruhan manajemen kearsipan yaitu memberi arsip yang tepat pada orang yang tepat pada waktu yang tepat dengan biaya yang serendah-rendahnya maka manajer kearsipan harus mengetahui:
1. Jenis arsip yang dimiliki;
2. Dimana mereka disimpan;
3. Dan besarnya arsip yang dimiliki
6. Retensi Arsip
Untuk peningkatan efisiensi dan efektifitas operasional instansi, arsip harus disusutkan. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1979, pasal 2, penyusutan berarti memindahkan arsip aktif dari unit-unit pengolah ke Unit Kearsipan di lingkungan instansi masing-masing, memusnahkan arsip sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan menyerahkan arsip statis oleh Unit Kearsipan ke Arsip Nasional RI. Penyusutan arsip, dalam perspektif ilmu pengetahuan adalah fungsi “pelestarian arsip” yang bernilai guna sekunder bagi kehidupan kebangsaan. Dengan adanya pedoman penyusutan arsip sejak awal telah dapat dipantau dan dilakukan langkah “penyelamatan” bukti pertanggung jawaban nasional dan bukti prestasi intelektual berupa nilai budaya bangsa yang terekam dalam bentuk arsip.
7. Pelestarian Arsip
Masalah pelestarian dan penyelamatan arsip menjadi sangat penting, terlebih setelah dalam tahun-tahun terakhir ini banyak sekali musibah yang menimpa negeri kita yang dapat berakibat pada rusak/hilangnya sejumlah arsip. Untuk itu lahirlah Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor: 06 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pelindungan, Pengamanan dan Penyelamatan Dokumen Arsip Vital Negara terhadap Musibah/Bencana. Sebagai informasi terekam, dokumen/arsip vital negara merupakan bukti penyelenggaraan kegiatan organisasi yang berfungsi sebagai bukti akuntabilitas kinerja, alat bukti hukum dan memori organisasi. Oleh karena sifatnya yang sangat penting, arsip vital harus memperoleh perlindungan khusus terutama dari kemungkinan musnah, hilang atau rusak yang diakibatkan oleh bencana. Dengan adanya pedoman ini maka akan memberikan koridor hukum dalam kegiatan penyelamatan arsip.
8. Inventaris arsip
Inventaris arsip atau disebut juga survey arsip adalah sebuah ulasan rinci mengenai jumlah, tipe, fungsi, dan pengorganisasian arsip yang akan dikelola. Kegiatan ini akan menjawab pertanyaan seperti:
a) Jenis arsip apa yang kita miliki?
b) Dimana arsip tersebut tersimpan?
c) Berapa banyak arsip yang kita miliki?
d) Apakah arsip itu aktif, inaktif atau tidak penting?
e) Apakah arsip itu vital?
f) Mana yang merupakan salinan arsip?
Inventaris arsip mempunyai tiga tujuan utama yaitu :
1) Menentukan status dan cakupan arsip yang akan dikelola.
2) Memberikan pangkalan data untuk mengembangan program retensi arsip.
3) Memberikan informasi untuk keputusan lain dalam pengembangan program manajemen kearsipan yang efektif. Sebagai contoh informasi yang diberikan oleh inventaris arsip memberikan dasar untuk menentukan fasilitas, peralatan, pemasokan, dan staf yang diperlukan untuk mengelola arsip organisasi. Disamping itu kita akan mengetahui pelatihan apa yang diperlukan staf, pengawasan apa yang diterapkan pada penciptaan dan penggandaan arsip dan langkah apa yang harus diambil untuk melindungi arsip vital.
C. Nilai Sebuah Arsip
Organisasi modern adalah organisasi yang bertumpu pada informasi (a modern organization is an information based organization), karena lewat informasi inilah pola huhungan antara “state” (negara) dan “civil society” (masyarakat sipil) dapat berlangsung secara sinergis. Ditambah lagi pepatahdari ANRI bahwa memory can fail, but what is recorded will remain (ANRI, 1980: 12).
Penilaian arsip adalah pemeriksaan data yang dikumpulkan melalui inventaris arsip untuk menentukan nilai setiap seri arsip. Proses penilaian arsip menjamin bahwa retensi dan pemusnahan arsip dilakukan dengan tepat. Hasil dari proses ini adalah jadual retensi arsip.
Arsip yang merupakan data terekam dalam segala bentuknya kian hari makin dirasakan peran dan manfaatnya di dalam menunjang aktivitas suatu lembaga. Menurut Milton Reitzfeld ( “Records Management” dalam buku Victor Lazzaro, (ed.), Systems and Procedures: A Handbook for Business and Industry, 1959, p. 243.) mentapkan adanya 7 (tujuh) nilai dari suatu arsip terutama untuk keperluan menentukan jangka waktu penyimpanan, yaitu :
1. values for administrative use (nilai-nilai kegunaan administrasi)
2. values for legal use (nilai-nilai kegunaan hukum)
3. values for fiscal use (nilai-nilai untuk kegunaan keuangan)
4. values for policy use (nilai-nilai untuk pembuatan kebijaksanaan)
5. values for operating use (nilai-nilai untuk pelaksanaan kegiatan)
6. values for historical use (nilai-nilai untuk kegunan sejarah)
7. values for research (nilai untuk penelitian)
Melihat kalimat di atas dapat menggambarkan bahwa masyarakat dan negara sangat membutuhkan informasi dan danya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam upaya penyelamatan, pelestarian, dan pemanfaatan arsip. Ironisnya, arsip-arsip penting yang bersifat kenegaraan banyak beredar di tangan-tangan gelap dan bahkan ada yang “dibisniskan”. Padahal telah jelas dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan bahwa segenap arsip negara harus diserahkan kepada negara, yang apabila dimiliki secara individu, individu bersangkutan dapat dikenai sanksi hukum.
Sebagai contoh pidato-pidato Bung Karno tahun 1965-1967, masih ada beredar di masyarakat, padahal itu termasuk arsip yang harus diserahkan kepada negara. Bila dokumen itu dapat diserahkan masyarakat kepada Kantor/Badan Arsip Daerah/Nasional akan menjadi dokumen bersejarah penting. Semua itu bisa hanya terwujud, jika antara pemerintah dan masyarakat ada good will (kemauan baik) dan mutual understanding (kerjasama saling pengertian). Meskipun demikian, tidaklah semua arsip dapat “dibuka untuk umum”, karena dalam beberapa hal ada sejumlah rahasia negara yang dilindungi Undang-undang. Karena itu penting diketahui pembedaan kategori arsip yang menjadi hak instansi pemerintah dan arsip yang bisa diakses seluruh masyarakat.
Sesuai dengan Surat Edaran Kepala ANRI Nomor 02/SE/1983, arsip dapat dibedakan antara nilai guna primer dan nilai guna sekunder. Nilai guna primer pada prinsipnya adalah nilai yang melekat pada kepentingan operasional instansi yang bersangkutan. Dalam hal ini dapat dibedakan dalam empat nilai guna yaitu: (1) Administrasi: Merupakan nilai guna yang berhubungan dengan tanggungjawab kedinasan; (2) Hukum: Merupakan nilai guna yang berhubungan dengan tanggung jawab kewenangan; (3) Fiskal: Merupakan nilai guna yang berbubungan dengan tanggungjawab keuangan; (4) Ilmiah Teknologi: Merupakan nilai guna yang berhubungan dengan tanggung jawab intelektual/prestasi budaya.
Disamping nilai guna primer, sebagian kecil arsip memiliki nilai guna sekunder yang berkaitan dengan bukti pertanggungjawaban nasional dan atau pelestarian budaya bangsa. Termasuk dalam nilai guna sekunder, adalah nilai guna information dan nilai guna evidential. Arsip bernilai guna informasional pada prinsipnya adalah semua hal yang mengenai peristiwa/fenomena orang/organisasi/tempat yang menjadi bagian langsung dari arus peristiwa nasional dan/tokoh nasional. Arsip bernilai guna evidential, merupakan arsip bukti keberadaan sejarah lembaga, pencipta (creating agency) arsip yang bersangkutan atau keberadaan sesuatu fenomena sejarah. Termasuk pula arsip jenis ini produk hukum yang bersifat mengatur dari instansi yang bersangkutan dan bukti prestasi budaya/intelektual yang bersifat original. Semua arsip yang bernilai guna sekunder, tersebut dalam prinsipnya adalah arsip bernilai guna permanen, artinya harus dilestarikan keberadaannya. Untuk arsip, bernilai guna permanen, dapat disimpan secara terus menerus di lembaga pencipta (creating agency) dan apabila sudah tidak diperlukan lagi wajib diserahkan kepada Arsip Nasional Republik Indonesia sebagai arsip statis.
Seluruh Fraksi DPR RI menyatakan siap dan menyetujui RUU tentang Kearsipan untuk dibahas lebih lanjut di Komisi II DPR RI. Hal ini disampaikan masing-masing juru bicara fraksi pada rapat kerja dengan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, wakil dari Menteri Hukum dan HAM, Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Keuangan, Senin (29/6) yang dipimpin Ketua Komisi II E.E.
Dalam pandangan Fraksi Partai Golkar, juru bicara Andi Wahab Datuk Majokayo mengatakan, UU Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan yang telah ada sebelumnya dirasa sudah tidak sesuai dengan dinamika kearsipan yang berkembang begitu pesatnya. Untuk itu, UU tersebut perlu dilakukan revisi. Pengalaman membuktikan, arsip yang tidak baik akan menimbulkan kekacauan dan menyulitkan pertanggung jawaban di kemudian hari. Sebagai contoh, kasus hilangnya Super Semar yang menjadi kunci sejarah dan lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia menunjukkan bukti arsip kita yang dikelola tidak baik. Padahal, arsip dapat dikatakan vital pada semua proses pemerintahan.
Senada dengan itu, juru bicara F-PPP Chozin Chumaidy mengatakan, kasus Sipadan dan Ligitan menunjukkan kita tidak serius menyelamatkan arsip nasional, sehingga ketika kita membutuhkan data-data lengkap yang berkaitan dengan pulau tersebut kita tidak menyimpannya dengan baik. Untuk itu diperlukan penyediaan arsip yang mudah diakses, cepat dan akurat.
F-PPP juga mengingatkan perlunya diatur secara tegas mengenai sanksi di dalam RUU tersebut. Barnstein Samuel Tundan juru bicara Fraksi Partai Demokrat mengatakan, arsip merupakan dokumen yang maha penting dan harus dipelihara dengan baik. Dalam kenyataannya di lapangan, kita sering mengalami sulitnya mendapatkan dokumen atau data lama yang akan dipakai sebagai bukti. Arsip tidak hanya sebagai penyimpan data saja, tapi lebih jauh dari itu sebagai dokumen fakta-fakta. Terlepas dari kepentingan politis, fraksinya berharap dengan adanya RUU ini tidak akan ada lagi pengaburan sejarah seperti kasus Super Semar. Sementara juru bicara F-PAN Nidalia Djohansyah Makki mengatakan, fungsi arsip tidak hanya fungsi masa depan, tapi juga fungsi masa lampau.
Persoalan arsip di sini membutuhkan adanya manajemen yang baik. Masalahnya, kata Nida, belum ada kesadaran yang kuat akan arti pentingnya kearsipan. Arsip dalam hal ini belum dikelola dengan baik, arsip dipandang sebagai sesuatu yang tidak berguna. Ke depan, paradigma ini harus diubah bahwa arsip adalah sesuatu hal yang sangat penting dan berguna bagi kepentingan negara. Juru Bucara Fraksi Kebangkitan Bangsa Saifuddin Zuhri Alhadi mengatakan, arsip yang dikerjakan di kantor pusat, maupun di daerah selama ini masih dikerjakan secara manual. Hal ini tentu saja tidak lagi sesuai dengan perkembangan jaman.
Menurut fraksinya, arsip yang baik harus mampu mendokumenkan secara lengkap dan akurat terhadap seluruh kearsipan yang ada. Namun harus tetap terjaga keautentikan dan keakuratan dari arsip tersebut. Untung Wahono jubir Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mengatakan, arsip dipandang bukan hal yang serius, karena itu banyak kekacauan dalam pengelolaannya. Hal ini dikarenakan tidak memahami akan pentingnya arsip tersebut. Dalam hal ini, manajemen dan lembaga arsip memegang peranan penting dalam mendokumenkan kepentingan arsip nasional. Dalam pandangan Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, Fraksi Partai Bintang Reformasi dan Fraksi Partai Damai Sejahtera yang disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan Komisi II DPR mengatakan, fraksinya juga menyetujui RUU Kearsipan dibahas lebih lanjut.
Sanksi Tegas Pada kesempatan tersebut Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Taufiq Effendi mengatakan, garis besar RUU Kearsipan yang akan dibahas ini nantinya memuat substansi yaitu tanggung jawab penyelenggaraan kearsipan, pengelolaan arsip dinamis, pengelolaan arsip statis, organisasi profesi arsiparis dan peran serta masyarakat dalam kearsipan serta sanksi administrasi dan sanksi pidana. Ketentuan pidana di sini diberlakukan mengingat kejahatan arsip sudah menimbulkan kerugian dan bahaya bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Ketentuan pidana dalam RUU Kearsipan ini diberlakukan bagi setiap orang yang memiliki arsip tanpa hak, menyimpan dan menyebarluaskan informasi arsip tanpa hak, memusnahkan arsip dengan cara melawan hukum, mengekspor arsip ke luar wilayah negara, membocorkan arsip yang masih dalam status rahasia untuk diakses publik, dan memberikan arsip yang masih dalam status rahasia kepada pihak yang tidak berwenang. Sementara menanggapi kasus lepasnya Sipadan dan Ligitan, Taufiq sependapat jika pengarsipan kita tidak dikelola secara baik. Hal itu menjadi pelajaran yang mahal bagi bangsa Indonesia bahwa kekacauan arsip akan berdampak merugikan bangsa dan negara.
E. Arsip Menurut Para Pakar
Ketua Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Universitas Indonesia Fuad Gani mengatakan, arsip adalah sumber informasi penting yang dapat memberikan sumber bukti yang terpercaya dan sahih mengenai suatu keputusan dan tindakan. Kekacauan sistem penyimpanan arsip akan mengantarkan kepada sulitnya menentukan pertanggungjawaban terhadap suatu tindakan untuk meminta pertanggungjawaban seseorang. Fuad menambahkan, arsip publik yang relevan dan akurat harus tersedia jika pemerintah ingin menegakkan aturan hukum dan menunjukkan perlakukan yang adil, sama dan konsisten terhadap setiap warga negaranya.
Menurut Fuad, sebagai negara besar dengan kekayaan alam melimpah, budaya yang beragam dan jumlah penduduk yang besar, Indonesia masih ketinggalan dalam tata pamong informasi yang berbasis pada manajemn arsip yang baik. Keadaan ini menurut Fuad, salah satunya tercermin pada hanya sebagian kecil lembaga yang menjalankan manajemen kearsipan secara komprehensif dan benar. Keadaan ini banyak disebabkan oleh kurang serius atau sifat ambivalen manajemen atau pimpinan terhadap pentingnya arsip. Selain itu, dia juga menilai masih kurangnya tenaga kearsipan yang professional. Citra sebagai profesi kelas dua, gaji yang kecil dan penghargaan yang minim dan resiko yang tinggi menyebabkan orang kurang berminat menggeluti profesi ini.
Lebih jauh Fuad menambahkan, dasar dari semua kewenangan manajemn arsip adalah aturan hukum yang paripurna dan mengikuti perkembangan jaman. Untuk itu, UU Arsip harus menjamin perlindungan menyeluruh untuk seluruh arsip pemerintah dan memberikan administrasi kearsipan kekuasaan luas untuk mengamankan dan melindungi arsip. Menurut Fuad, revisi UU Kearsipan adalah suatu kebutuhan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam rangka menuju Indonesia yang lebih baik. Sebagai dasar pertimbangan dilakukannya revisi UU dimaksud adalah perubahan sistem administrasi hukum dan teknologi, bentuk baru badan pemerintah, UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Kebebasan Informasi Publik (KIP) dan keberadaan arsip elektronik. Selain itu, terselenggaranya manajemen arsip yang efektif di semua lembaga atau badan pemerintah dan juga swasta, terciptanya standar dan petunjuk penyimpanan arsip pemerintahan yang wajib dilaksanakan, dan terbukanya akses yang lebih luas terhadap informasi pada arsip.

Informasi dalam Arsip Menurut UU No. 43 Tahun 2009
Dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 pada Bab I, pasal 1 beberapa poin penting adalah :
1. Pada poin 2 dikatakan bahwa Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga Negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, organisasi, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Pada poin 3 dikatakan bahwa Arsip dinamis adalah arsip yang digunaka secara langsung dalam kegiatan pencipta arsip dan disimpan selam ajangka waktu tertentu.
3. Pada poin 4 dikatakan bahwa Arsip vital adalah arsip yang keberadaannya merupakan persyaratan dasar bagi kelangsungan operasional pencipta arsip, tidak dapat diperbarui, dan tidak dapat tergantikan apabila rusak atau hilang.
4. Pada poin 5 dikatakan bahwa Arsip aktif adalah arsip yang frekuensi penggunaannya tinggi dan/atau terus menerus.
5. Pada poin 6 dikatakan bahwa Arsip inaktif adalah arsip yang frekuensi penggunaannya telah menurun.
6. Pada poin 7 dikatakan bahwa Arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh pencipta arsip karena memiliki nilai guna kesejarahan, telah habis retensinya, dan berketerangan dipermanenkan yang telah diverifikasi baik secara langsung Maupin tidak langsung oleh Arsip Nasional Republik Indonesia dan/atau lembaga kearsipan.
7. Pada poin 8 dikatakan Arsip terjaga adalah arsip Negara yang berkaitan dengan keberadaaan dan kelangsungan hidup bangsa dan Negara yang harus dijaga keutuhan, keamanan, dan keselamatannnya.
8. Pada poin 9 dikatakan bahwa Arsip umum adalah arsip yang tidak termasuk dalam kategori arsip terjaga.
9. Pada poin 11 dikatakan bahwa Akses arsip adalah ketersedian arsip sebagai hasil dari kewenangan hokum dan otorisasi legal serta keberadaan sarana Bantu untuk mempermudah penemuan dan pemanfaatan arsip.
10. Pada poin 22 dikatakan bahwa Jadwal retensi arsip yang selanjutnya disingkat JRA adalah daftara yang berisi sekurang-kurangnya jangka waktu penyimpanan atau retensi, jenis arsip, dan keterangan yang berisi rekomendasi tentang penetapan suatu jenis arsip dimusnahakan, dinilai kembali, atau dipermanenkan yang dipergunakan sebagai pedoman penyusutan dan penyelamatan arsip.
11. Pada poin 23 dikatakan bahwa Penyusutan arsip adalah kegiatan pengurangan jumlah arsip dengan cara pemindahan arsip in aktif dari unit pengolah ke unit kearsipan, pemusnahan arsip yang tidak memiliki nilai guna, dan penyerahan arsip statis kepada lembaga kearsipan.
G. Definisi Manajemen Kearsipan
Definisi Manajemen Kearsipan adalah pelaksanaan pengawasan sistematik dan ilmiah terhadap semua informasi terekam yang dibutuhkan oleh sebuah organisasi untuk menjalankan usahanya. Ia mengawasi sistim penyimpanan arsip organisasi dan memberikan pelayanan-pelayanan yang diperlukan. Dengan kata lain Manajemen Kearsipan melakukan pengawasan sistematik mulai dari penciptaan, atau penerimaan arsip, kemudian pemrosesan, penyebaran, pengorganisasian, penyimpanan, sampai pada akhir pemusnahan arsip.
Informasi yang sudah tersimpan menjadi arsip dapat berbentuk buku, makalah, foto, peta, atau barang dukumen dalam bentuk lainnya yang dibuat atau diterima untuk tujuan operasional dan legalitas dalam hubungannya dengan kegiatan usaha.
H. Akses Arsip
Beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan di dalam pembuatan kebijaksanaan akses terhadap arsip adalah :
1. Dalam Pasal 44 UU Nomor 43 tahun 2009 Tentang Kearsipan dikatakan (1) Pencipta arsip dapat menutup akses atas arsip dengan alas an apabila arsip dibuka untuk umum dapat:
a. Menghambat proses penegakan hukum;
b. Mengganggu kepentingan pelindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
c. Membahayakan pertahanan dan kemanan Negara;
d. Mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk dalam kategori dilindungi kerahasiannya;
e. Merugikan ketahanan ekonomi nasional;
f. Merigikan kepentingan politik luar negeri dan hubungan luar negeri;
g. Mengungkapkan isi akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang kecuali kepada yang berhak secara hokum;
h. Mengungkapkan rahasia atau data pribadi; dan
i. Mengungkap memorandum atau surat-surat yang menurut sifatnya perlu dirahasiakan.
dan (2) Pencipta arsip wajib menjaga kerahasian arsip tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta (3) Pencipta arsip wajib menentukan prosedur berdasarkan standar pelayanan minimal serta menyediakan fasilitas untuk kepentingan pengguna arsip.
2. Memperhatikan sensitivitas dan kerahasian arsip.
3. Perlindungan terhadap privasi individu.
4. Batasan-batasan yang dibuat oleh depositor arsip.
5. Pemakai.
6. Akses yang sama terhadap arsip. Ini merupakan prinsip yang penting untuk menjamin bahwa lembaga arsip memberikan jasa rujukan tanpa ada rasa memihak atau prasangka terhadap pemakai yang telah ditetapkannya.
7. Tingkat akses. Arsiparis juga perlu menentukan tingkat akses yang diperbolehkan bagi pemakai. Tingkat akses biasanya mulai dari ijin untuk memasuki ke ruang baca atau penyelusuran sampai mendapatkan izin untuk merepruduksi atau menerbitkan arsip tertentu.
8. Kondisi fisik arsip. Jika arsip dalam kondisi buruk atau rusak, maka arsiparis harus mempertimbangkan pembatasan akses sampai arsip tersebut diperbaiki oleh bagian pelestarian. Cara lain adalah dengan memberikan fotokopi atau mikrofilm dari arsip yang bersangkutan. Cara ini dipandang baik terutama untuk arsip yang sering dipakai.
9. Keamanan arsip. Bahan arsip adalaj unik dan banyak arsip mempunyai nilai untuk pembuktian hukum atau pertanggungjawaban keuangan.
10. Biaya pembayaran. Arsip kebijaksanaan akses juga memuat aturan mengenai bayaran yang dibebankan kepada seorang pemakai jika ia menggunakan arsip yang menyangkut fasilitas, pelayanan dan pemberian salinan.
I. Posisi dan Peran Arsiparis dalam Perlindungan Informasi
Dalam BAB IX KETENTUAN PIDANA , UU. Nomor 43 tahun 2009 menjelaskan tentang ketentuan pidana kearsipan yaitu :
Pasal 81:
Setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan/atau memiliki arsip negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 untuk kepentingan sendiri atau orang lain yang tidak berhak dipidana dengan pidana penajara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling bayak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Bunyi Pasal 33 adalah Arsip yang tercipta dari kegiatan lembaga Negara dan kegiatan yang menggunakan sumber dana negara dinyatakan sebagai arsip Negara.
Pasal 82:
Setiap orang yang dengan sengaja menydiakan arsip dinamis kepada penggguna arsip yang tidak berhak sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 125.000.000,00 (seratus dua puluh lima juta rupiah). Bunyi Pasal 42 ayat (1) Pencipta arsip wajib menydiakan arsip dinamis bagi kepentingan pengguna arsip yang berhak.
Pasal 83:
Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjaga keutuhan, keamanan dan keselamatan arsip Negara yang terjaga untuk kepentingan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Bunyi Pasal 42 ayat (3) Pencipta arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menjaga keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip dinamis yang masuk dalam kategori arsip terjaga.
Pasal 85:
Setiap orang yang dengan tidak menjaga kerahasian arsip tertutup sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 86:
Setiap orang yang dengan sengaja memusnahkan arsip di luar prosedur yang benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan paling banyak Rp 500.000.000,00 )lima ratus juta rupiah).
Pasal 87:
Setiap orang yang memperjualbelikan atau menyerahkan arsip yang memiliki nilai guna kesejarahan kepada pihak lain di luar yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
BAB IX ini jelas menempatkan seorang arsiparis pada posisi rawan hukum dan menjadikannya ia harus ekstra hati-hati dalam melakukan tindakan terutama yang menyangkut perlindungan data atau informasi yang ada dalam arsipnya. Walaupun kesanya aturan pasal ini hanya berlaku bagi arsiparis yang bekerja di badan atau lembaga pemerintah, pasal ini dapat dijadikan acuan hukuman bagi pelanggaran yag dilakukan seorang pengelola arsip di lembaga swasta.
Melihat betapa informasi yang dikandung sebuah arsip mempunyai nilai tinggi bagi pihak yang bersangkutan, peran yang dimainkan seorang arsiparis menjadi penting juga, antara lain :
1. Menjadikan data atau informasi yang terekam tersedia ketika ia diperlukan oleh pihak yang berwenang mendapatkannya;
2. Melindungi informasi yang berharga tersebut dari kerusakan, pemalsuan dan pencurian.
Peran yang penting ini bukan saja menuntut kemampuan, kesetiaan dan tingkat intelektualitas yang tinggi pada diri seorang arsiparis untuk mengorganisasi informasi.
J. Arsip Elektronik
Kebanyakan arsip tidak lagi diciptakan atau diterima dalam bentuk kertas lagi. Ketika sistem dan aplikasi komputer berkembang pesat dan kemudian menyatu dengan proses kerja rutin, informasi semakin banyak kini diciptakan dan diterima dalam bentuk digital. Asosiasi Kepala Informasi Nasional di Amerika Serikat memperkirakan bahwa 97 persen informasi diciptakan, diterima dan dipelihara secara elektronik (State of Florida, Electronic Records and Records Management Practices Manual, 2008).
K. Syarat Kelengkapan Arsip Elektronik
Untuk memastikan bahwa isi yang terkandung pada arsip elektronik terpelihara dengan baik maka organisasi organisasi pencipta arsip harus menjamin bahwa setiap arsip elektroniknya mempunyai unsur-unsur bentuk intelektual. Unsur-unsur tersebut adalah:
1. Penanggalan secara kronologis baik pengiriman maupun penerimaan
2. Tempat arsip itu dibuat dan/atau dari mana ia dikirim.
3. Alamat Pengirim
4. Nama atau/dan tanda tangan penulis atau pengarang
5. Alamat Penerima
6. Penerima
7. Subjel/Perihal
8. Disposisi
L. Masalah Arsip Elektronik di Luar negeri
Jika kita ingin mengetahui agak lebih juh lagi mengapa ada pandangan yang berbeda di negara-negara Eropa ini terhadap arsip elektronik, maka kita dapat mengambil Swedia dan Jerman sebagai dua contoh yang salaing bertolak belakang. Swedia hampir 30 tahun lalu telah mengakui keabsahan arsip rekod sebagai alat bukti. Cepatnya pengakuan ini disebabkan bahwa Swedia telah mempunyai sistem manajemen arsip berbasis kertas yang sangat baik. Dengan disiplin tinggi, penuh tanggung jawab dan konsisten organisasi di Swedia menjalankan sistem manajemen arsip mereka. Tradisi dan kultur dalam mengolah arsip yang baik ini memudahkan bagi Arsip Nasional Swedia untuk cepat menyatakan arsip elektronik sebagai alat pembuktian yang sah.
Sementara pengadilan-pengadilan di Jerman masih merasakan keraguan untuk mengakui arsip elektronik sebagai alat pembuktian. Alasan adanya manipulasi yang erat kaitannya dengan teknologi informasi itu sendiri yang memang dapat dimanipulasi kiranya mungkin dapat disusuri dari kemampuan orang Jerman dalam menguasai teknologi tinggi. Dan diantara mereka mungkin saja banyak yang menggunakan keterampilan penguasaan teknologinya untuk maksud-maksud yang tidak baik.
Untuk di Indonesia Fuad Gani berpendat bahwa pengakuan arsip elektronik pada awalnya akan didasarkan pada kasus per kasus. Artinya ketika rekanan bisnis atau pengadilan mengetahui dan mengakui bahwa sistem manjemen arsip yang dimiliki oleh organisasi yang bersangkutan sudah baik dan dijalankan dengan penuh tanggung jawab, disiplin dan konsisten, maka tidak ada keraguan untuk mengakui arsip elektronik sebagai alat bukti yang sah.
M. Masalah Hukum Arsip Elektronik
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam arsip elektronik yang harus diperhatikan, diantaranya:
1. Penipuan Komputer: perusakan, perubahan, penipuan dan pencurian data
2. “Privacy” (Perlindungan data) dan Penyebaran Informasi
3. Tanpa Hak Memasuki Sistem Komputer
Pasal 406 KUHP mengatur:
Barangsiapa dengan sengaja dan secara melawan hukum menghacurkan, merusakkan, membuat hingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan sesuatu benda yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyan orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun dan delapan bulan atau dengan hukuman denda setinggi tingginya empat ribu lima ratus rupiah.
4. Hak Cipta
Hak cipta adalah hak diberikan kepada pencipta atau orang ditunjuknya untuk memperbanyak suatu karya ciptaan dan untuk diakui sebagai pencipta. Hak cipta hanya melindungi ungkapan dari suatu ide atau gagasan bukan ide atau gagasan itu sendiri. Ungkapan itu disimpan dalam media yang bersifat permanen yang memungkinkan dilakukan reproduksi ciptaanya tersebut. Kertas, magnetic tape, disket, CD misalnya merupakan media yang memungkinkan suatu gagasan disimpan secara permanen.
Ada dua macam hak yang harus diperhatikan dalam pembicaraan mengenai hak cipta. Pertama adalah hak moral. Hak ini pada intinya memberikan jaminan kepada penciptanya untuk diakui sebagai pencipta dan hak untuk menolak segala macam bentuk distorsi (perubahan) terhadap karya ciptanya. Hak ini bersifat abadi dan tudak bisa dipindah-tangankan. Kedua adalah hak ekonomi. Hak ini pada prinsipnya berhubungan dengan hak yang diberikan kepada pencipta atau orang yang ditunjuknya untuk memperbanyak suatu karya ciptaan. Hak ini bersifat sementara dan dapat dialihkan kepada orang lain.
Karya-karya yang menjadi subjek perlindungan hak cipta antara lain adalah:
a. karya literatur : koran, artikel journal, puisi, cerpen, buku (baik fiksi maupun tidak), aturan permainan, lirik lagu, buku harian, program komputer dan bentul lain dari tulisan;
b. karya drama: sandiwara, naskah film;
c. karya musik;
d. karya seni: lukisan, ukiran, foto, peta, patung, dll;
Lamanya perlindungan hak ekonomi terhadap karya ini berbeda-beda. Karya yang ditulis dalam bentuk buku misalnya dilindungi sampai 50 tahun setelah sang pencipta meninggal dunia.
Melihat dari macam karya dilindungi, maka jelas bahwa hampir semua materi yang tersimpan di suatu lembaga kearsipan tidak lepas dari perlindungan hak cipta. Dan tentu saja menimbulkan konsekuensi hukum bagi pengelolanya terutama mengenai masalah memperbanyak suatu karya ciptaan. Undang-undang hak cipta biasanya memperbolehkan perorangan atau lembaga untuk memperbanyak suatu karya ciptaan tanpa melanggar hak cipta.
Keadaan atau syarat yang memungkinkan memperbanyak suatu karya karya ciptaan di lingkungan dunia kearsipan adalah:
1) Memperbanyak karya ciptaan untuk maksud melestarikan karya yang tidak terbitkan atau menganti karya yang diterbitkan. Jika suatu karya yang diterbitkan yang disimpan dalam koleksi mengalami kerusakan maka membuat salinan karya diperbolehkan sejauh usaha untuk mendapatkan salinan tidak berhasil dalam waktu yang cukup lama atau dikarenakan harganya terlalu mahal dan hal ini dibuktikan oleh pejabat arsip yang bersangkutan;
2) Memperbanyak untuk tujuan penelitian yang sedang dilakukan oleh lembaga arsip;
3) Memperbanyak untuk tujuan memberikannya kepada pemakai sejauh pemakai telah memenuhi prosedur yang telah ditetapkan;
4) Memperbanyak untuk tujuan me-microfilm-kan karya ciptaan dalam rangka penghematan tempat. Kegiatan ini bisa dilakukan jika karya ciptaan memang ada pada koleksi lembaga arsip yang bersangkutan.
Di luar dari ketentuan di atas maka para pengelola arsip harus mendapatkan izin secara tertulis dari pemilik hak cipta untuk memperbanyak suatu karya ciptaan.
5. Kerahasiaan
Kerahasiaan data harus mempunyai tiga unsur (dalam perkara Coco v. A.N. Clark) yaitu:
a. Informasi itu harus mempunyai kualitas kerahasiaan;
b. Informasi itu harus diberikan dalam keadan-keadaan yang menimbulkan
c. Kewajiban merahasiakan;
d. Harus ada suatu penggunaan tidak sah terhadap informasi tersebut yang
e. Merugikan pihak yang memilikinya.
Tersedianya data rahasia dalam bentuk elektronik dapat menempatkan pemilik data pada posisi resiko tinggi akan terjadinya kebocoran data. Kasus ‘hacking’ misalnya, memperlihatkan betapapun rumit dan ketatnya perlindungan data demi kerahasiaan kadang dapat bobol juga.
N. Pelaku Manajemen Arsip Paradigma Baru
Berikut ini digambarkan matriks pengelola arsip paradigma lama dan baru:
No Lama Baru
1. Penjaga arsip Penyimpan dan pemasok informasi bagi kepentingan organisasi
2. Gagap teknologi informasi Terampil teknologi informasi
3. Keterampilan klerikal Keterampilan manajerial
4. “Low profile” “High profile”
5. Minimal dalam penggunaan kemampuan intelektual Maksimal dalam penggunaan kemampuan intelektual
6. Keterampilan bahasa asing rendah Keterampilan bahasa asing tinggi (Inggris)
7. Awal dan akhir karir di tempat yang sama Awal dan akhir karir ada perubahan tidak saja dari segi tempat tetapi juga posisi yang lebih baik
8. Kemampuan komunikasi kurang Kemampuan komunikasi tinggi
O. Contoh Kasus Mengenai Arsip
Kasus-kasus yang menyangkut peranan penting arsip dalam perkara hukum selalu menarik untuk diikuti. Banyak kasus yang terungkap akibat keberadaan arsip yang kuat dan lengkap telah mengantarkan para pelakunya ke tembok penjara atau menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
1. Arsip Garnadi
Mantan Wakil Ketua Panitia Pelaksana Penentuan Tim-TIM (P3TT) Mayjen (Pur) Garnadi, ketika diperiksa Tim KPP HAM menolak materi atau yang lebih dikenal dengan istilah arsip Garnadi.Mayjen TNI (Purn) Garnadi mengakui bahwa kop surat dan tanda tangan memang miliknya. Akan tetapi arsip yang ada dalam bentuk fotokopi masih perlu diuji keabsahannya. Disamping itu substansi atau isi arsip tersebut sangat berbeda. Isi arsip itu sendiri dari keterangan Munir ketua Kontras merupakan gambaran umum mengenai penjelasan mengenai jika opsi I gagal. Opsi berikutnya menggambarkan suasana di Tim-Tim demikian kacau akibat pertentangan antara kelompok pro integrasi dengan kelompok pendukung kemerdekaan. Untuk itu pemerintah menilai tidak ada gunanya Tim-Tim dipertahankan. Selanjutnya, rencana pengamanan penarikan diri harus disiapkan dan fasilitas vital harus dirusak.
Arsip Garnadi ini memakai Kop surat Menko Polkam bernomor 53/TimP4OKPP/7/1999 tertanggal 3 Juli 1999. Setiap lembarnya, di pojok kanan atas dibubuhi cap “Rahasia” dan pada lembar gambar keempat tertera tanda tangan AsmenkoI/Poldagri atas nama HR Garnadi serta ada capnya. Pengacara Mayjen TNI (Purn) Garnadi, Yan Juanda mengatakan bahwa substansi isi fotokopi arsip bertentangan dengan instruksi Jendral (Pur) Wiranto yang menginstruksikan pengamanan instansi vital. Terbukti sampai sekarang bahwa instansi vital itu masih utuh yaitu Pertamina, PLN, Telkom, dan rumah sakit serta 4000 staf Unamet tidak ada satupun terluka.
Dikatakan penelusuran terhadap arsip asli Garnadi ini agak sulit karena yang beredar adalah fotokopi, sementara yang asli sudah susah diselusuri. Arsip yang berisi laporan kepada Feisal Tanjung pertama-tama bocor di Australia untuk kemudian baru “merembes” kembali ke Indonesia. Sementara itu surat kabar Inggris, “The Independent” dalam edisinya Sabtu melaporkan memperoleh sejumlah arsip tersebut yang terang-terangan menyebutkan kalau para jendral TNI mengatur langsung aksi-aksi tekanan dan kekerasan terhadap mereka yang pro kemerdekaan. The Independent mengaku memperoleh salinan arsip-arsip tersebut dari para aktivis HAM. Yayasan Hak Rakyat Tim-Tim yang mengklaim mendapatkan surat-surat rahasia itu setelah mnyelusup masuk ke gedung bekas markas regional TNI-AD di Dili yang telah ditinggalkan. (sumber M Web, 99-2000)
2. Keberanian Seorang Hakim Perancis
Eva Joly dengan sabar dan teliti mengggali pada tumpukan arsip lebih sembilan tahun belakangan ini. Pada tumpukan arsip tersebut ia menemukan kegiatan korupsi tingkat tinggi, penyalahgunaan dan pencurian dana masyarakat. Temuan arsip hakim Eva Joly telah menjadikan para tokoh masyarakat Perancis yang berpengaruh dan sering berpenampilan santun menghadapi kenyataan bahwa diri mereka harus diperlakukan sama di depan hukum.
Bernard Tapie, tokoh politik terkemuka di Perancis dan Roland Dumas, mantan Menteri Luar Negeri Perancis dan kawan dekat mantan Presiden Francois Mitterrand harus merasakan tidak enaknya menghabiskan waktu di tembok penjara dan rasa malu yang tak tertahankan. Dari orang yang dihormati, dikagumi dan disanjung, kini mereka harus menerima kenyataan sebagai orang yang hina dan dicap sebagai penghianat masyarakat.
Hakim Eva Joly, yang harus mempertaruhkan nyawanya setiap saat, membedah arsip untuk menyingkirkan rasa tabu menyerang tokoh masyarakat yang mepunyai indikasi kuat melakukan kesalahan dan kejahatan. Arsip yang ia miliki menjadikan banyak mantan pejabat di Perancis menjalani masa tuanya dengan perasaan was-was dan khawatir karena kehidupan mereka bisa berujung di penjara.
Dari kedua kasus yang dipaparkan disini kita melihat betapa arsip mempunyai peran yang begitu penting untuk membongkar kejahatan kepada rakyat. Di Indonesia pun kita melihat kenyataan ini. Akbar Tanjung, ketua DPR harus menerima kenyataan pahit bahwa ia dinyatakan bersalah dalam penggunaan dana Bulog bedasarkan bukti arsip yang diketemukan. Irma Hutabarat, ketua ICE on Indonesia dan presenter andalan stasiun Metro TV untuk acara isu-isu sosial politik harus berurusan dengan polisi karena dilaporkan menyalagunakan miliaran rupiah sumbangan dana untuk korban banjir di Jakarta. Manajemen Lippo akan menghadapi tuduhan kejahatan karena mengeluarkan dua arsip laporan keuangan yang bertentangan. Arsip adalah rekaman peristiwa. Peristiwa itu bisa bersumber pada pikiran seseorang, pada tindakannya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Dan arsip-arsip ini pada suatu masa akan mengundang kekaguman pada diri orang tersebut atau kebencian yang mendalam.
DAFTAR BACAAN
Erlandsson, Alf, Electronic Records Management: A Literature Review, ICA Studies, 1996
Bearman, David, Electronic Evidence: Strategies for managing Records in Contemporary Organizations, Archives & Museum Informatics, Piitburrgh, 1994
Bainbridge, David, Komputer dan Hukum, Sinar Grafika, 1993
Pederson, Ann, An Electronic Records Management Reader, Part One: Topic 1-6 School of Information, Libarary & Archives studies, The University of New South Wales, 1996
Pederson, Ann, An Electronic Records Management Reader, Part two: Topic 7-9 School of Information, Libarary & Archives studies, The University of New South Wales, 1996
Schwartz, Candy. Records Management and LibraryAblex Publishing, New Jersey, 1993
Smith, Kelvin, Electronic Records Management: Planning and implementing, A practical guide, Facet Publishing, London, 2007
Sudirdja, Eddy Djunaedi, Memberantas Kejahatan Komputer Dengan Hukum Pidana, Mahakamah Agung-RI, 1993
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan