E-Learning
A. Pendahuluan
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang semakin hari semakin berkembang telah memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini interaksi antara pendidik dan peserta didik tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dapat dilakukan dengan menggunakan media-media elektronik seperti jasa audio, video atau perangkat komputer atau kombinasi dari ketiganya.Pendidik dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan peserta didik atau pendidik dapat juga menggunakan alat bantu seperti video dan musik. Dengan menggunakan alat bantu video dan musik peserta didik dapat belajar dengan suasana yang tidak membosankan karena pada dasarnya peserta didik mempunyai daya pikir sendiri untuk dapat mengembangkan kemampuannya dalam memperoleh informasi dari yang dipelajarinya. Sedangkan dengan menggunakan media lain seperti komputer peserta didik dapat juga memperoleh informasi dalam lingkup yang lebih luas dari berbagai sumber melalui ruang maya dengan menggunakan internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet.
E-Learning atau electronic learning kini semakin dikenal sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah pendidikan, baik di negara-negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Banyak orang menggunakan istilah yang berbeda beda dengan e-learning, namun pada prinsipnya e-learning adalah pembelajaran yang menggunakan jasa elektronika sebagai alat bantunya. E-learning adalah istilah yang digunakan untuk sistem pembelajaran yang ditunjang dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berupa internet (via internet) diperluas dengan memasukkan komputer, perangkat mobile seperti seluler, PDA, dan mp3 player. Pembelajaran elektronik ini juga memasukkan unsur-unsur penggunaan bahan pembelajaran berbasis web, hypermedia dalam blog, wiki, chat, ujian berbasis komputer, animasi, simulasi, permainan, learning management software, electronic voting system, survey, dengan kombinasi beragam metode yang digunakan
Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang
berlandaskan tiga kriteria yaitu:
1. e-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui,
menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi,
2. pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan
menggunakan teknologi internet yang standar,
3. memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di
balik paradigma pembelajaran tradisional.
E-Learning memang merupakan suatu teknologi pembelajaran yang relatif baru di Indonesia. Saat ini metode pembelajaran e-learning cukup digemari dan menjadi salah satu pilihan dosen untuk mengajar mahasiswanya. Metode e-learning ini biasanya gemar digunakan oleh dosen yang sibuk dan dosen-dosen di universitas besar seperti UI, ITS, Unair, ITB dan UB. Hal ini dilakukan karena metode pembelajaran ini tidak membutuhkan tatap muka (face to face) antara mahasiswa dan dosen. Mahasiswa hanya diharuskan duduk di depan komputer atau laptop dan on line di internet. Dosen benar-benar hanya berfungsi sebagi mediator, fasilitator, dan motivator. Dosen cukup memberikan modul perkuliahan atau soal-soal tugas melaui email, dan mahasiswa benar-benar harus mencari sumber atau data sendiri dari bahan kuliah atau tugas yang diberikan dosen.
Di dalam makalah ini saya hanya akan membahas mengenai pengertian E-Learning, apakah e-learning merupakan ancaman bagi pembelajaran secara konvensional,sejarah E-learning. Plus Minus E-learning, Platform E-learning, dan menyertakan suatu studi kasus mengenai E-Learning.
B. Pengertian E-Learning
Banyak pakar yang menguraikan definisi E-Learning dari sudut pandang yangberbeda. Secara garis besar banyak orang mengatakan E-Learning adalah sistem atau konsep pendidikan yang memanfaatkan teknologi informasi dalam proses belajar mengajar.
Beberapa pakar menguraikan definisi E-Learning sebagai berikut:
e-Learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media internet, intranet atau media jaringan komputer lain (Hartley, 2001).
e-Learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media internet, jaringan komputer, maupun komputer standalone (LearnFrame.Com, 2001)
e-learning adalah semua yang mencakup pemanfaatan komputer dalam menunjang peningkatan kualitas pembelajaran, termasuk di dalamnya penggunaan mobile technologies seperti PDA dan MP3 players. Juga penggunaan teaching materials berbasis web dan hypermedia, multimedia CD-ROM atau web sites, forum diskusi, perangkat lunak kolaboratif, e-mail, blogs, wikis, computer aided assessment, animasi pendidkan, simulasi, permainan, perangkat lunak manajemen pembelajaran, electronic voting systems, dan lain-lain. Juga dapat berupa kombinasi dari penggunaan media yang berbeda (Thomas Toth, 2003; Athabasca University, Wikipedia).
e-learning terdiri dari dua bagian yaitu e- yang merupakan singkatan dari elektronika dan learning yang berarti pembelajaran. Jadi e-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa bantuan perangkat elektronika, khususnya perangkat komputer. (Maryati S.Pd.,)
e-Learning adalah proses pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) secara sistematis dengan mengintegrasikan semua komponen pembelajaran, termasuk interaksi pembelajaran lintas ruang dan waktu, dengan kualitas yang terjamin.( Prof. Dr. Sulistyoweni Widanarko (BPMA)).
e-learning adalah sebuah rancangan aplikasi untuk pengelolaan dan pendistribusian materi pendidikan dan latihan melalui berbagai media elektronik, seperti Internet, LAN, WAN, broadband, wireless, dan sebagainya. (Novira Putri Ayuningtyas).
e-learning tidak hanya merupakan materi training yang di-online-kan tetapi meliputi proses distribusi informasi, komunikasi, edukasi, pelatihan, dan manajemen pengetahuan.
e-learning merupakan sistem berbasis web (internet) yang memungkinkan informasi dan pengetahuan dapat diakses oleh siapa saja yang berhak serta kapan saja dan dimana saja.
e-learning memberikan perangkat baru untuk memberikan nilai tambah pada berbagai model pendidikan tradisional di kelas, buku pelajaran, CD-ROM, serta pelatihan berbasis komputer lainnya.
e-learning merupakan suatu proses belajar mengajar yang memanfaatkan teknologi informasi (dalam hal ini internet) sebagai sarana efektif dan memperluas pengetahuan sesuai dengan perkembangan ilmu secara real-time.
e-learning tidak akan menggantikan pertemuan di kelas tetapi meningkatkan dan mengambil manfaat dari materi-materi dan teknologi pengiriman baru untuk mendukung proses belajar mengajar. Dengan e-learning, para siswa akan lebih diberdayakan karena kini proses belajar-mengajar tidak lagi berpusat pada guru tetapi beralih ke siswa. Dengan koneksi ke Internet, seorang siswa punya akses ke berbagai sumber informasi yang tak terbatas. Selain itu, e-learning bersifat individual sehingga siswa yang aktif dan cepat menyerap materi pelatihan akan bisa maju dengan lebih cepat.
C. Sejarah dan Perkembangan E-learning
E-Learning atau pembelajaran elektronik pertama kali diperkenalkan oleh universitas Illinois di Urbana-Champaign dengan menggunakan sistem instruksi berbasis komputer (computer-assisted instruction ) dan komputer bernama PLATO. Sejak itu, perkembangan E-learning dari masa ke masa adalah sebagai berikut: (1) Tahun 1990 : Era CBT (Computer-Based Training) di mana mulai bermunculan aplikasi e-learning yang berjalan dalam PC standlone ataupun berbentuk kemasan CD-ROM. Isi materi dalam bentuk tulisan maupun multimedia (Video dan AUDIO) DALAM FORMAT mov, mpeg-1, atau avi.
(2) Tahun 1994 : Seiring dengan diterimanya CBT oleh masyarakat sejak tahun 1994 CBT muncul dalam bentuk paket-paket yang lebih menarik dan diproduksi secara massal.
(3) Tahun 1997 : LMS (Learning Management System). Seiring dengan perkembangan teknologi internet, masyarakat di dunia mulai terkoneksi dengan internet. Kebutuhan akan informasi yang dapat diperoleh dengan cepat mulai dirasakan sebagai kebutuhan mutlak , dan jarak serta lokasi bukanlah halangan lagi. Dari sinilah muncul LMS. Perkembangan LMS yang makin pesat membuat pemikiran baru untuk mengatasi masalah interoperability antar LMS yang satu dengan lainnya secara standar. Bentuk standar yang muncul misalnya standar yang dikeluarkan oleh AICC (Airline Industry CBT Commettee), IMS, SCORM, IEEE LOM, ARIADNE, dsb.
(4) Tahun 1999 sebagai tahun Aplikasi E-learning berbasis Web. Perkembangan LMS menuju aplikasi e-learning berbasis Web berkembang secara total, baik untuk pembelajar (learner) maupun administrasi belajar mengajarnya. LMS mulai digabungkan dengan situs-situs informasi, majalah, dan surat kabar. Isinya juga semakin kaya dengan perpaduan multimedia , video streaming, serta penampilan interaktif dalam berbagai pilihan format data yang lebih standar, dan berukuran kecil.
D. Ancaman Pembelajaran konvensional?
E-Learning memang merupakan suatu terobosan dalam proses pembelajaran. Kendati demikian, seringkali timbul pertanyaan dari kita, apakah suatu saat nanti, e-Learning dapat menggantikan metode pembelajaran konvensional? Sedangkan permasalahan proses pembelajaran itu sendiri pada hakekatnya tidak hanya sekedar proses pengalihan ilmu dan teknologi saja, melainkan masalah kualitas dari manusia itu sendiri sebagai pembelajar. Masalah kualitas tidak hanya menyangkut kepandaian dan kecerdasannya saja, tetapi juga sikap, perilaku, karakter serta mentalitasnya.
Pada proses pembelajaran konvensional, pertemuan antara pengajar dan peserta belajar dilakukan secara langsung dalam suatu kelas, yang menciptakan berbagai efek baik sosial, moril, maupun psikologis bagi peserta belajar tersebut. Tatap mata dari sang pengajar dapat dirasakan sebagai perhatian, teguran, maupun pengawasan. Suasana hiruk-pikuk selama pergantian sesi jadwal belajar ataupun selama diskusi hingga keadaan sunyi senyap kala sang pengajar sedang seriusnya memberikan bahan-bahan pembelajaran, menghadirkan suasana belajar yang hidup.
Sementara itu, bahan-bahan pembelajaran diberikan oleh sang pengajar secara setahap demi setahap, satu kalimat demi satu kalimat, satu rumus demi satu rumus dituliskan dan dijelaskan oleh pengajar dengan intonasi tertentu. Peserta belajar dapat memahami melalui “permainan” intonasi tersebut, mengerti bagian mana yang ditekankan penting oleh sang pengajar dan bagian mana yang hanya berupa keterangan pendukung saja.
Pertemuan antara pengajar dengan peserta belajar serta antarpeserta belajar yang berbeda jenis kelamin, latar belakang keluarga dan status sosial, budaya dan cara pandang, sikap serta pola pergaulan, secara langsung maupun secara tidak langsung akan membentuk kepribadian para peserta belajar.
Jika metode pembelajaran konvensional diperhatikan secara lebih seksama, dapat diketahui bahwa suatu proses pembelajaran tidak hanya menekankan pada aspek ilmu pengetahuan dan teknologi saja, tetapi juga memiliki sejumlah manfaat lain yang juga penting dalam membentuk kepribadian seseorang.
Jika kita telaah lebih jauh, sesungguhnya kehadiran metode pembelajaran secara e-Learning tidak diarahkan untuk menghilangkan ataupun meminimkan fungsi dari pada metode pembelajaran secara konvensional. Akan tetapi, sesungguhnya, kehadiran e-Learning adalah suatu upaya untuk mengisi kekurangan yang dimiliki dalam metode pembelajaran secara konvensional. Perpaduan antara e-Learning dengan pembelajaran konvensional senantiasa menciptakan suatu sinergi pembelajaran positif, yang menjadikan proses pembelajaran tersebut menjadi lebih berkualitas dalam banyak hal.
Dalam beberapa hal, e-Learning memang unggul, dalam hal lainnya, e-Learning juga memiliki kekurangan. Begitu pula halnya dengan metode pembelajaran konvensional. Keduanya harus diupayakan untuk saling mengisi kekurangan masing-masing sehingga pengorientasian yang berlebihan pada suatu bidang dapat diseimbangkan dengan aspek lainnya yang tidak kalah pentingnya
E. Plus Minus E- Learning
Semakin banyak perusahaan dan individu yang memanfaatkan e-learning sebagai sarana untuk pelatihan dan pendidikan karena mereka melihat berbagai manfaat yang ditawarkan oleh pembelajaran berbasis web - internet ini. Dari berbagai komentar yang dilontarkan, ada tiga persamaan dalam hal manfaat yang bisa dinikmati dari e-learning.
Fleksibilitas
Jika pembelajaran konvensional di kelas mengharuskan siswa untuk hadir di kelas pada jam-jam tertentu (seringkali jam ini bentrok dengan kegiatan rutin siswa), maka e-learning memberikan fleksibilitas dalam memilih waktu dan tempat untuk mengakses pelajaran.Siswa tidak perlu mengadakan perjalanan menuju tempat pelajaran disampaikan, e-learning bisa diakses dari mana saja yang memiliki akses ke Internet. Bahkan, dengan berkembangnya mobile technology (dengan palmtop, bahkan telepon selular jenis tertentu), semakin mudah mengakses e-learning. Berbagai tempat juga sudah menyediakan sambungan internet gratis (di bandara internasional dan cafe-cafe tertentu), dengan demikian dalam perjalanan pun atau pada waktu istirahat makan siang sambil menunggu hidangan disajikan, Anda bisa memanfaatkan waktu untuk mengakses e-learning.
Independent Learning
E-learning memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk memegang kendali atas kesuksesan belajar masing-masing, artinya pembelajar diberi kebebasan untuk menentukan kapan akan mulai, kapan akan menyelesaikan, dan bagian mana dalam satu modul yang ingin dipelajarinya terlebih dulu. Ia bisa mulai dari topik-topik ataupun halaman yang menarik minatnya terlebih dulu, ataupun bisa melewati saja bagian yang ia anggap sudah ia kuasai. Jika ia mengalami kesulitan untuk memahami suatu bagian, ia bisa mengulang-ulang lagi sampai ia merasa mampu memahami. Seandainya, setelah diulang masih ada hal yang belum ia pahami, pembelajar bisa menghubungi instruktur, nara sumber melalui email atau ikut dialog interaktif pada waktu-waktu tertentu. Jika ia tidak sempat mengikuti dialog interaktif, ia bisa membaca hasil diskusi di message board yang tersedia di LMS (di Website pengelola). Banyak orang yang merasa cara belajar independen seperti ini lebih efektif daripada cara belajar lainnya yang memaksakannya untuk belajar dengan urutan yang telah ditetapkan.
Biaya
Banyak biaya yang bisa dihemat dari cara pembelajaran dengan e-learning. Biaya di sini tidak hanya dari segi finansial tetapi juga dari segi non-finansial. Secara finansial, biaya yang bisa dihemat, antara lain biaya transportasi ke tempat belajar dan akomodasi selama belajar (terutama jika tempat belajar berada di kota lain dan negara lain), biaya administrasi pengelolaan (misalnya: biaya gaji dan tunjangan selama pelatihan, biaya instruktur dan tenaga administrasi pengelola pelatihan, makanan selama pelatihan), penyediaan sarana dan fasilitas fisik untuk belajar (misalnya: penyewaan ataupun penyediaan kelas, kursi, papan tulis, LCD player, OHP).
Sedangkan manfaat pembelajaran elektronik menurut A. W. Bates (Bates, 1995) dan K. Wulf (Wulf, 1996) terdiri atas 4 hal, yaitu:
• Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance interactivity). Apabila dirancang secara cermat, pembelajaran elektronik dapat meningkatkan kadar interaksi pembelajaran, baik antara peserta didik dengan guru/instruktur, antara sesama peserta didik, maupun antara peserta didik dengan bahan belajar (enhance interactivity). Berbeda halnya dengan pembelajaran yang bersifat konvensional. Tidak semua peserta didik dalam kegiatan pembelajaran konvensional dapat, berani atau mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan pendapatnya di dalam diskusi.
Mengapa? Karena pada pembelajaran yang bersifat konvensional, kesempatan yang ada atau yang disediakan dosen/guru/instruktur untuk berdiskusi atau bertanya jawab sangat terbatas. Biasanya kesempatan yang terbatas ini juga cenderung didominasi oleh beberapa peserta didik yang cepat tanggap dan berani. Keadaan yang demikian ini tidak akan terjadi pada pembelajaran elektronik. Peserta didik yang malu maupun yang ragu-ragu atau kurang berani mempunyai peluang yang luas untuk mengajukan pertanyaan maupun menyampaikan pernyataan/pendapat tanpa merasa diawasi atau mendapat tekanan dari teman sekelas (Loftus, 2001).
• Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibility). Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas secara elektronik dan tersedia untuk diakses oleh peserta didik melalui internet, maka peserta didik dapat melakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja dan dari mana saja (Dowling, 2002). Demikian juga dengan tugas-tugas kegiatan pembelajaran, dapat diserahkan kepada instruktur begitu selesai dikerjakan.
Tidak perlu menunggu sampai ada janji untuk bertemu dengan guru/instruktur. Peserta didik tidak terikat ketat dengan waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan pembelajaran sebagaimana halnya pada pendidikan konvensional. Dalam kaitan ini, Universitas Terbuka Inggris telah memanfaatkan internet sebagai metode / media penyajian materi. Sedangkan di Universitas Terbuka Indonesia (UT), penggunaan internet untuk kegiatan pembelajaran telah dikembangkan. Pada tahap awal, penggunaan internet di UT masih terbatas untuk kegiatan tutorial saja atau yang disebut sebagai “tutorial elektronik†(Anggoro, 2001).
• Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a global audience). Dengan fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah peserta didik yang dapat dijangkau melalui kegiatan pembelajaran elektronik semakin lebih banyak atau meluas. Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi hambatan. Siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, seseorang dapat belajar. Interaksi dengan sumber belajar dilakukan melalui internet. Kesempatan belajar benar-benar terbuka lebar bagi siapa saja yang membutuhkan.
• Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities). Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan berbagai perangkat lunak yang terus berkembang turut membantu mempermudah pengembangan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan penyempurnaan atau pemutakhiran bahan belajar sesuai dengan tuntutan perkembangan materi keilmuannya dapat dilakukan secara periodik dan mudah.
Di samping itu, penyempurnaan metode penyajian materi pembelajaran dapat pula dilakukan, baik yang didasarkan atas umpan balik dari peserta didik maupun atas hasil penilaian instruktur selaku penanggung-jawab atau pembina materi pembelajaran itu sendiri. Pengetahuan dan keterampilan untuk pengembangan bahan belajar elektronik ini perlu dikuasai terlebih dahulu oleh instruktur yang akan mengembangkan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan pengelolaan kegiatan pembelajarannya sendiri. Harus ada komitmen dari instruktur yang akan memantau perkembangan kegiatan belajar peserta didiknya dan sekaligus secara teratur memotivasi peserta didiknya.
Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997), antara lain dapat disebutkan sbb:
a. Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar;
b. Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya
mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial;
c. Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan;
d.Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT;
e. Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal;
f. Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mungkin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya listrik, telepon ataupun komputer);
g. Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan soal-soal internet; dan
kurangnya penguasaan bahasa komputer.
F. Platform E-Learning
1.OpenUSS.
Sistem berteknologi Java ini mengikuti suatu konsep pengembangan yang sangat bagus dengan tradisi user interface yang cantik. Sistem dapat beroperasi bagus hanya pada waktu itu, teknologi Java masih terlalu berat dengan kemampuan server yang ada. OpenUSS dikembangkan antara lain oleh warga Indonesia yang bermukim di Jerman, namanya Lofi Dewanto.
2. Ilias
Status Ilias sudah sangat matang. Sistem ini sangat cocok untuk lingkungan yang telah dilengkapi jaringan komunikasi data yang dapat diandalkan. Dengan Ilias, user diharapkan melakukan seluruh aktivitas e-learningnya on-line. Bagi yang banyak menyiapkan sistemnya secara off-line dapat melakukan pengembangan content dengan instalasi Ilias di PC masing-masing (dengan LAMP atau WAMP) yang dengan mudah dapat diexport untuk diimportkan ke server publiknya. Ilias mengikuti model cource component yang dapat diracik dengan sumber sana-sini untuk membentuk satu acara perkuliahan baru.
3. Moodle.
Moodle yang sampai saat ini aktif digunakan di FMIPA UGM. Ternyata sistem ini paling digemari di Indonesia karena sudah mendahului memiliki modul bahasa Indonesianya.
4. Elisa dan i-Elisa
Elisa dan i-Elisa (versi opensourcenya) merupakan E-Learning produk lokal dari Universitas Gadjah Mada.
G. Penutup
E-Learning adalah merupakan sistem pembelajaran jarak jauh. E-Learning sangat diperlukan untuk menunjang pembelajaran konvensional serta menyiapkan media media untuk menciptakan lingkungan belajar yang fleksibel, mudah untuk diakses darimana saja dan kapan saja. Dengan sistem e-learning, peserta dapat mengikuti kelas serta ikut ujian dari tempat bekerja atau tempat tinggalnya. E-Learning membawa pengaruh terjadinya proses transformasi pendidikan konvensional ke dalam bentuk digital, baik secara isi (contents) dan sistemnya. Dengan media digital, bahan ajar e-learning dapat lebih diperkaya dengan menyediakan paduan teks, video dan audio, yang dilengkapi dengan simulasi dan animasi.
Penggunaan metode e-learning menimbulkan dampak positif seperti: metode ini lebih efektif dan efisien, menghemat waktu, biaya dan tenaga, memdorong mahasiswa untuk memanfaatkan teknologi. Selain dampak positif, penggunaan metode ini juga menimbulkan dampak negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Bahri, Alim. Pembelajaran online via internet or intranet. www.ubb.ac.id. Diperoleh tanggal 5 Desember 2008.
Prastowo, Bambang Nurcahyo. Memilih e-Learning sistem. www.dikti.go.id. Diperoleh tanggal 6 Desember 2008.
Suray. Ancaman Pembelajaran Konvensional. www.suray:wordpress.com. Diperoleh tanggal 5 Desember 2008
Fikri. Bab II : Landasan Teori. www.images.fikri.multiply.dot.com. Diperoleh tanggal 5 Desember 2008
E. Learning. www.clr.ui.ac.id. Diperoleh tanggal 5 Desember 2008
Contoh STUDI KASUS
Integrasi Aspek Pedagogi dan Teknologi dalam E-Learning *)
Studi Kasus: Pengembangan E-Learning di Fakultas Ilmu Komputer, UI
Oleh: Zainal A. Hasibuan
Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia (UI)
zhasibua@cs.ui.ac.id
Abstrak
Paper ini akan membahas integrasi dua aspek yang saling berpengaruh dalam e-learning, yaitu pedagogi dan teknologi. Aspek pedagogi sangat berpengaruh terhadap pengembangan materi (content development) dan pembelajaran (learning) dengan memperhatikan teknik dan behavior interaksi antara dosen (lecturer) dan mahasiswa (students). Di sisi lain aspek teknologi berpengaruh terhadap pengembangan materi yang dinamis dan rich multimedia, serta menyediakan fitur-fitur (features) komponen system e-learning. Mengintegrasikan kedua aspek tersebut dapat meningkatkan kualitas pengembangan materi yang didukung oleh system e-learning agar proses belajar-mengajar menjadi optimal. Subjective Analysis atas pengintegrasian kedua aspek tersebut dalam system e-learning yang digunakan – SCELE, menunjukkan bahwa lingkungan pembelajaran online dapat menghadirkan suasana sebagaimana pembelajaran konvensional.
1. Pendahuluan
Pada dasarnya system e-Learning terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu Learning Management System (LMS), e-Content, dan e-Services. Ketiga komponen ini, unfortunately, dilakukan oleh tiga aktor yang berbeda. LMS, sebagai mesin dari system e-Learning dibuat oleh berbagai perusahaan swasta (WebCity, Blackboard, dan lain-lain) dan ada juga yang dibuat oleh masyarakat dengan menggunakan open source (Moodle, Sakai, dan lain-lain). Sedangkan e-Content merupakan materi pembelajaran (learning materials) yang dikembangkan oleh guru, dosen, fasilator yang hendak mengajarkan materi tersebut kepada muridnya. Untuk mendukung system e-Learning agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan, diperlukan tenaga pendukung (supporting staff) yang memberikan layanan elektronis (e-Service).
Ketiga aktor ini mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sementara yang menjadi objek dari ketiga aktor ini adalah students. Interaksi dari ketiga aktor tersebut dengan students, sangat erat kaitannya dengan teknologi dan pedagogi yang digunakan. Oleh karena itu, pengembangan dan penggunaan sistem e-Learning harus dilakukan secara menyeluruh (holistic), bukan parsial. Manajemen sistem e-Learning harus bisa memanfaatkan ketiga aktor tersebut, agar proses belajar-mengajar (teaching and learning process) berjalan secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu mekanisme untuk mengintegrasikan aspek teknologi dan pedagogi dalam sistem e-Learning.
2. Teknologi Sistem e-Learning
Teknologi yang diperlukan dalam pengembangan system e-Learning dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu teknologi komputer, teknologi komunikasi, dan teknologi untuk pengembangan aplikasi e-Learning (LMS) dan materi (content) pembelajaran. Spesifikasi teknis (technical specification) dari teknologi komputer dan komunikasi sangat standard, yaitu memiliki kemampuan menjalankan multimedia, dan bisa tersambung ke internet. Sedangkan spesifikasi teknis teknologi untuk pengembangan aplikasi LMS, harus mampu menghasilkan aplikasi berbasis web.
Aplikasi LMS yang kami kembangkan dinamakan Student-Centered E-Learning Envirinment (SCELE) berbasis Moodle. SCELE ini merupakan alat yang diperlukan untuk merepresentasikan aktivitas dan tingkah laku (activities and behavior) dari dosen, mahasiswa, dan tenaga pendukung (supporting staff) dalam melakukan proses belajar-mengajar. Activities and behavior tersebut diwujudkan kedalam berbagai fitur dalam aplikasi SCELE. Aktivitas dan tingkah laku yang utama berikut fitur-fiturnya dalam SCELE dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut ini
Aktivitas Pelaku Fitur SCELE Keterangan
Menyusun materi pembelajaran Dosen/Guru Content Management Bagaimana seorang guru melakukan persiapan pengajaran (teaching)
Mengelola administrasi peserta Staff Pendukung User Management Staff pendukung memberikan layanan e-administrative (access authority, setting the dates, etc.
Memantau interaksi kegiatan akademik peserta Dosen Bulletin board, discussion forum, e-mail Dalam hal ini, si dosen bisa berkomunikasi dengan perserta secara tertulis dan konsisten.
Tabel 1. Keterkaitan Aktivitas dengan Fitur-2 SCELE
Untuk pembuatan materi pembelajaran, diperlukan berbagai alat pengembangan (development tools), seperti alat untuk membuat teks, gambar, animasi, audio dan video. Berbeda dengan pembelajaran conventional, dimana semua materi pembelajaran ini dikontrol sepenuhnya oleh dosen. Sehingga seorang dosen dapat melakukan adjustment dalam waktu seketika apabila, misalnya, materi yang diajarkan berjalan terlalu cepat atau terlalu lambat, melakukan improvisasi/inovasi untuk mengatasi boredom, ice-breaker dan lain sebagaimanya. Sementara dalam pembelajaran dengan e-learning, materi pembelajaran tersebut disajikan oleh fitur-fitur terkait yang ada pada SCELE, pre-recorded. Sehingga tidak ada kesempatan untuk memperbaikinya dalam waktu seketika, kecuali semuanya sudah terekam dan terwakili didalam materi pembelajaran.
Untuk itulah dikembangkan materi e-learning yang bisa memotivasi dan memicu (trigger) mahasiswa agar mampu melakukan pembelajaran mandiri (self-learning), tetapi tetap bisa di monitor oleh dosen. Salah satu karakteristik materi e-learning yang dikembangkan ini adalah, dapat mendeteksi kemajuan aktivitas belajar mahasiswa. Mahasiswa diberikan kebebasan untuk menentukan tujuan dari pembelajarannya. Disisi lain, system SCELE menyediakan forum diskusi untuk membahas berbagai permasalahan yang dipicu oleh materi pembelajaran tersebut. Dengan memperhatikan berbagai aspek tersebut, maka materi yang dikembangkan dikemas (packaging) dalam bentuk tiga level [5], yaitu materi level 1 sampai 3. Materi level satu dapat berupa teks, gambar, table, grafik, dan pointer keberbagai informasi lainnya. Materi level satu ini bersifat statis dan satu arah. Materi yang diberikan kepada mahasiswa adalah poin-poin yang penting saja. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi mahasiswa yang hanya ingin melihat dengan cepat materi apa saja yang sudah-sedang-akan dibahas. Walaupun demikian mahasiswa didorong untuk menggali lebih dalam lagi mengenai materi yang diberikan, misalnya melalui tugas individu, kuis, dan lain sebagainya.
Materi level 2 berisi materi level satu yang diperkaya dengan multimedia: teks, visual, audio, video, animasi, dan intelligent learning object [6][7]. Disamping itu, materi level 2 ini diperkaya dengan adanya narasi, catatan pinggir, dan pemicu (trigger). Pemicu ini dibuat dalam bentuk cerita singkat tentang suatu kasus real yang terjadi. Kemudian mahasiswa diminta untuk membahas pemicu ini secara berkelompok. Untuk memulai pembahasan, mahasiswa dipandu dengan beberapa pertanyaan yang berkenaan dengan studi kasus tersebut. Keluaran pembahasan ini adalah berupa tanggapan terhadap studi kasus yang diberikan. Tujuan dari materi level 2 ini adalah untuk mendorong agara mahasiswa lebih aktif membaca materi pembelajaran dan memberikan respond terhadap materi tersebut. Pada level ini, semua materi pembalajaran sudah sudah direkam terlebih dahulu..
Materi level 3 berisi materi yang dapat memberikan nilai tambah terhadap topik yang sedang dibahas. Materi level 3 merupakan materi lepas yang berisikan latar belakang pengetahuan tentang suatu topik dan memberikan tambahan informasi atau pengetahuan kepada mahasiswa yang ingin memperdalam suatu topic tersebut. Materi tersebut dapat dibuat sendiri oleh dosen berupa file dokumen, presentasi, referensi kepada suatu link/website, dsb. Tujuan dari materi level 3 ini adalah untuk memfasilitasi mahasiswa yang akan “go beyond” topik yang sedang dibahas dengan memperhatikan keterkaitan suatu topik dengan topik yang lain. Topik-topik yang terkait bisa saja berasal dari bidang ilmu yang berbeda. Materi level 3 ini bersifat dinamis, dimana mahasiswa dapat merespond secara langsung terhadap materi yang disajikan. Hal ini akan memicu mahasiswa dan dosen untuk mendapatkan temuan-temuan (discoveries) ide baru untuk penelitian.
Aspek teknologi pada LMS dan materi (content) tidak akan optimal kalau tidak diikuti oleh aspek pedagogi yang benar. Setelah LMS dan materi pembelajaran dibuat dengan berbagai karakateristik yang merepresentasikan keperluan dosen dan mahasiswa untuk belajar-mengajar, maka langkah berikutnya adalah bagaimana melaksanakan proses belajar-mengajar itu sendiri secara optimal. Untuk itu diperlukan pemahaman pedagogi, yang akan dibahas pada bagian berikut ini.
3. Aspek Pedagogi dalam e-Learning
Pedagogi (pedagogy) adalah merupakan seni atau ilmu mengajar--the art or science of teaching. Dari segi bahasa ada perbedaan antara pedagogi dan andragogi. Pedagogi adalah bagaimana cara mengajar anak-anak, sedangkan andragogi adalah bagaimana cara mengajar orang dewasa [2].
Gambar 1. Integrasi dari Ketiga Pendekatan Pedagogi [9]
Menurut Bruner, ada empat model pembelajaran, yaitu: Learning by being shown; Learning by being told; Learning by constructing meaning and; Learning by joining a knowledge-generating community [8]. Dari keempat model tersebut, Bjorke dkk mengajukan suatu model pendekatan pedagogi yang terpadu yang terdiri dari pendekatan Instructional, Constructivist, dan Social Constructivist (lihat Gambar 1) [9]. Ketiga pendekatan pedagogi ini diadopsi secara terpadu di dalam sistem e-learning yang kami kembangkan. Pada table 2 berikut ini, diperlihatkan keterkaitan antara karakteristik masing-masing pedagogi dengan teknologi system e-learning yang digunakan.
Tipe Pedagogi Karakteristik Fitur-2 LMS (SCELE) Content Metode Delivery
Instructional (facilitated learning) Traditional, teacher-focused Fasilitas untuk menyimpan materi pembelajaran Teks, gambar, audio, video -Pertemuan tatap muka (face to face).
-Mahasiswa sebagai pendengar.
-Kontrol Teaching-Learning pada Dosen.
Learners dependent on teacher, Pertanyaan diposting via e-mail
Learners as rather passive receptors Materi pembelajaran tersedia dalam setiap sesi Link keberbagai materi pembelajaran
Sees “knowledge” as fairly static and objective. Sesi-sesi pembelajaran bisa ditambah sesuai kebutuhan Design materi kedalam sillaby
Constructivist (individual learning) Active learners. Discussion forum Materi pemicu (trigger) -Pertemuan secara elektronis.
-Dosen sebagai fasilitator.
-Feedback dosen sesuai dengan kemajuan pembelajaran mahasiswa.
-Kontrol ada pada mahasiswa.
Learners construct their knowledge Notes taking Guided question and answers
Subjective, dynamic and expanding Pointes to other sources of learning Other sources of learning
Processing and understanding of information Pace setting Sequence of learning materials (graph course content)
Learner has his own learning. Personalization Setting Learning objectives (graph assessment)
Social Constructivist (collaborative learning) Student joins a knowledge-generating. Chat mode Case study Video conference.
Pertemuan secara elektronis melalui chat mode.
Dosen dan tutor sebagai fasilitator.
Dibagi kedalam beberapa kelompok – team work.
Solve real problems Chat mode Pointer to other related sources
Teacher will himself be a learner together with his students. Video conference Pointer to other related sources
The tasks will be processing and assessing knowledge and generating and co-constructing new knowledge. Bulletin board Posting conclusion, solutions, and evaluation of each group.
4. Hasil Uji Coba
Implementasi e-learning di Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia menggunakan pendekatan dual-mode, dimana pertemuan face-to-face dikombinasikan dengan e-learning. Jumlah sesi yang menggunakan face-to-face versus e-learning pada masing-masing mata kuliah, bervariasi satu sama lain. Tetapi telah ditetapkan, bahwa pertemuan face-to-face tidak boleh kurang dari 30% dari total keseluruhan pertemuan.
Uji coba teknologi yang digunakan untuk SCELE, menghasilkan tingkat kepuasan yang sangat tinggi (94%) dikalangan 47 orang mahasiswa yang menjadi responden [5]. Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa fitur-fitur yang ada pada SCELE sudah sangat memadai untuk mendukung terlaksananya proses belajar-mengajar. Lebih jauh lagi, fitur-fitur yang ada pada SCELE tersebut sudah cukup baik untuk mengakomodir keperluan pengajar dan pembelajar yang secara pedagogis merupakan pendekatan kombinasi instructional, constructivist, dan social constructivist (lihat Tabel 2). Masalah terbatasnya bandwidth adalah satu-satu masalah yang menyebabkan kinerja sistem e-learning menjadi turun. Terutama untuk menjalankan materi level 2 dan 3 yang biasanya berisikan animasi, suara dan video. Untuk menjalankan materi yang demikian dalam suatu jaringan dengan kecepatan bandwidth hanya 2 Mbps, memerlukan waktu yang relatif lama.
Tetapi dari segi content, materi yang disajikan secara e-learning masih belum sebaik materi yang disajikan melalui face-to-face. Hanya 46.8% dari para respondent yang mengatakan materi online lebih baik dari pada materi yang disajikan melalui face-to-face. Sebagian mahasiswa masih merasa bahwa pemberian materi secara face-to-face masih lebih menyenangkan ketimbang melalui e-learning.
Apabila digali lebih jauh lagi, mengapa pemberian materi secara face-to-face dianggap masih lebih baik, berikut beberapa komentar subjektif para responden.
• Materi yang diberikan sangat menoton, tidak ada masa jeda (pause). Kalau pun masa jeda, belum tentu sesuai dengan “pace” si pembelajar.
• Materi yang diberikan terasa sangat “sunyi-senyap”, tidak ada background suara, sehingga yang terdengar adalah suara dan gambar dosennya.
• Materi yang disajikan belum bisa membangkitkan motivasi belajar para mahasiswa.
• Materi kurang menarik.
5. Lesson Learned
Kalau dilihat dari hasil evaluasi sistem e-learning yang ada di Fasilkom-UI, maka dapat disimpulkan bahwa titik terlemahnya ada pada materi pembelajaran atau content, dan metode penyampaian (delivery method) dari content tersebut. Dari segi teknologi, kecuali bandwidth yang masih terbatas, sistem e-learning (SCELE) yang digunakan, sudah cukup memuaskan.
Berbagai cara telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas sistem e-learning ini, diantaranya:
Dosen:
• Memberikan fasilitas laptop, berikut audio flashdisk recorder pada para dosen. Ternyata fasilitas yang lengkap, belum menjamin para dosen mau membuat materi yang berkualitas. Merobah materi yang disajikan di depan kelas kedalam sistem e-learning, memerlukan effort yang besar. Tetapi untuk mendorong dosen membuat materi yang baik saja untuk disajikan didepan kelas, sudah merupakan suatu terobosan. Momentum sistem e-learning menjadi pemicu bagi dosen untuk memperbaharui materi pembelajarannya dan syllabus.
• Membuat panduan (guideline) bagi dosen dalam menggunakan SCELE.
• Membuat panduan bagi dosen untuk membuat materi pembelajaran.
Mahasiswa:
• Membuat panduan (guideline) bagi mahasiswa dalam mengikuti e-learning.
Tenaga Pendukung (Supporting Staff):
• Menyediakan tenaga pendukung untuk merekam (audio dan video) dosen yang sedang mengajar, untuk setiap sesi dalam satu semester. Kegiatan ini menghasilkan file rekaman audio/video dengan ukuran Giga bytes! Ukuran file yang besar menyebabkan sulit untuk dioperasikan dalam sistem SCELE.
• Memperkuat tenaga pendukung yang bekerja di belakang layar. Tenaga pendukung ini terdiri dari programmer, script writer, instructional designer. Mereka bertugas untuk melakukan audio/video streaming, dan sinkronisasi dengan teks, gambar, grafik dari materi pembelajaran.
• Menyediakan tenaga narator yang membacakan materi pembelajaran yang telah ditulis oleh dosen. Tenaga narator digunakan untuk menggantikan suara dosen yang kurang “inspiring” untuk di dengar.
Manajemen:
• Membuat peraturan akademik yang berlaku sama, baik untuk konventional maupun untuk e-learning.
o Partisipasi dan kehadiran mengikuti perkuliahan
o Penalty terhadap keterlambatan menyerahkan tugas-tugas pembelajaran
• Menyediakan akses internet, dan ruangan e-learning
• Membuat kebijakan (policy) yang mendorong penggunaan e-learning untuk meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar di Fasilkom UI.
Yang tidak kalah pentingnya, kegiatan penelitian dalam bidang e-learning menjadi lebih intensif, terutama bagaimana mengoptimalkan pemanfaatan teknologi dengan pedagogi yang optimal. Saat ini kegiatan penelitian ini difokuskan kepada pembuatan fitur personalisasi dan kolaborasi pada SCELE dan pembuatan intelligent learning object dan active learning material dengan kombinasi ketiga pendekatan pedagogi: instructional, constructivist, dan social constructivist.
Hasil sampingan lainnya dalam penerapan e-Learning di lingkungan Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom) UI adalah system ini telah memberikan dampak yang sangat positif dalam perbaikan suasana akademik (academic atmosphere). Dari sisi manajemen, dengan adanya materi-materi pembelajaran yang tersedia dalam e-learning, memudahkan pihak manajemen untuk memantau kesiapan para dosen untuk mengajar. Disamping itu, manajemen dapat memonitor mutu pembelajaran yang diberikan seorang dosen, yang sesuai dengan panduan penjaminan mutu (quality assurance) Universitas Indonesia.
6. Penutup
Penerapan system e-learning melibatkan banyak actor, yaitu: industri LMS, industri development tools untuk content development, content developer (lecturer, programmer, instructional designer), dan content deliverer. Sementara yang menjadi object dari para actor ini adalah siswa (students). Nature dari para aktor ini berbeda satu sama lainnya. Para actor ini dapat dikelompokkan kedan dua kategori, yaitu: actor teknologi (industri LMS, dan development tools), dan actor pedagogi (content developer dan content deliverer). Aktor pedagogi tidak bisa mengontrol actor teknologi, tetapi mereka bisa mengoptimalkan apa yang dibutuhkan untuk pembelajar (learner).
Sesuai dengan hasil evaluasi uji coba penerapan system e-learning di Fasilkom UI, permasalahan terbesarnya adalah pada materi pembelajaran dan cara pengajarannya, dibandingkan masalah teknologinya. Untuk itu, diperlukan pengkajian yang terus menerus, untuk mendapatkan materi dan cara pengajaran yang bisa membuat orang belajar (make learner learning). Hasil integrasi pendekatan pedagogis dan teknologi dalam system e-learning, sangat membantu dalam memahami kebutuhan learner.
Saat ini, system e-learning di Fasilkom UI, bukan untuk menggantikan conventional learning, tetapi dipergunakan sebagai complementary dari conventional learning. Oleh karena itu, strateginya diterapkan secara bertahap dalam bentuk dual-mode (ada sesi yang di deliver melalui face-to-face dan ada sesi yang di deliver melalui e-learning). Tetapi semua materi perkuliahan tersedia juga dalam bentuk e-learning. Sejauh ini, penerapan e-learning sangat membantu peningkatan suasana belajar-mengajar di Fasilkom UI.
Referensi
[1] Prof. Sri Hartati R Suradijono, MA, PhD, e-Learning, dipresentasikan pada seminar dan workshop nasional 2006, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia.
[2] http://en.wikipedia.org/wiki/Pedagogy, access date: 5 September 2006
[3] Garrison, D. R., T. Anderson and W. Archer. Critical Thinking, Cognitive Presence and Computer Conferencing in Distance Education. American Journal of Distance Education 15(1): 7–23, 2001.
[4] Hasibuan, Zainal A., dan Harry B. Santoso. “The Use of E-Learning towards New Learning Paradigm: Case Study Student Centered E-Learning Environment at Faculty of Computer Science - University of Indonesia”. ICALT Conference, Taiwan, 2005.
[5] Hasibuan, Zainal A., dan Harry B. Santoso. “Issues and Strategies to Develop Learning Management System and Content Development”. ISEL Conference, Kinibalu, Malaysia, 2005.
[6] Min, Rik, “Introduction in the six dimensions (of a multimedia product)”, Center of Telematics and Information Technology, CTIT, University of Twente.
[7] Liang-Kao Chang, Kuo-Yu Liu, Chien-An Wu, Herng-Yow Chen, "Sharing Web-Based Multimedia Learning Objects Using NNTP News Architecture," icalt, pp. 710-714, Fifth IEEE International Conference on Advanced Learning Technologies (ICALT'05), 2005.
[8] Bruner J.S. “Folk pedagogy; in The Culture of education”, Cambridge MA, Harvard univ. press. 1996.
[9] Bjørke, Åke, et.al. “Global cooperation on e-learning: Background and pedagogical strategy” United Nations University/Global Virtual University, 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar