METODE ELIMINASI SINYAL GETARAN BEBAS PADA PENGUKURAN GAYA TUMBUKAN DENGAN TRANSDUCER GAYA STRAIN GAUGE*)
Bambang Purwantana1)
ABSTRAK
Transducer gaya dengan sensitivitas dan keakuratan yang tinggi sangat diperlukan khususnya dalam pengukuran gaya-gaya mikro. Strain-gauge yang bekerja berdasarkan prinsip tegangan-regangan sangat umum digunakan sebagai transducer gaya. Pada pengukuran gaya-gaya dinamis, seperti pada pengukuran gaya tumbukan, pengaruh sifat mekanis bahan transducer sering menghasilkan efek seperti terjadinya sinyal getaran bebas atau sinyal semu yang mengganggu keakuratan dan ketelitian pengukuran.
Suatu metode eliminasi sinyal getaran bebas telah dikembangkan dengan cara memperhitungkan faktor pegas, kelembaman dan inersia bahan transducer. Sinyal getaran bebas dieliminasi berdasarkan perilaku periodik frekuensi dan amplitudo sinyal getaran. Hasil verifikasi melalui beberapa percobaan menunjukkan bahwa metode yang dikembangkan dapat secara baik mengeliminasi sinyal-sinyal getaran bebas yang muncul dalam pengukuran gaya tumbukan.
Kata kunci : getaran bebas, eliminasi, transducer, gaya tumbukan
PENDAHULUAN
Pengukuran gaya dengan transducer yang menggunakan sensor berbasis tegangan-regangan, strain gauge, banyak dilakukan khususnya pada konstruksi mesin maupun konstruksi sipil. Pada proses pembebanan statis, pengukuran dengan sensor ini memberikan hasil yang memuaskan yaitu cukup teliti dan relatif sederhana dalam pengerjaan. Namun demikian untuk proses pembebanan dinamis, terutama pada pengukuran gaya tumbukan, penggunaan sensor gaya ini masih mengalami beberapa kendala dimana faktor pegas dari transducer sering menghasilkan sinyal ikutan atau getaran bebas yang mengganggu sinyal utamanya. Untuk memperoleh ketepatan pengukuran maka sinyal-sinyal ikutan ini harus dihilangkan.
Konsole atau batang gantung sederhana (simple cantilever) merupakan bentuk transducer yang banyak digunakan karena kesederhanaannya. Namun demikian transducer jenis ini sangat peka terhadap timbulnya “getaran bebas” khususnya apabila digunakan dalam pengukuran gaya-gaya tumbukan. Mashithoh dan Purwantana (2000) misalnya, melakukan pengukuran volume droplet sprayer dengan metode tumbukan. Sebuah transducer gaya tipe konsole dengan ukuran yang sangat kecil dibuat untuk mendeteksi besarnya gaya tumbukan droplet. Pada pengukuran droplet tunggal metode yang digunakan ini cukup baik yaitu dapat mendeteksi dan membedakan ukuran droplet berdasarkan gaya tumbukan yang dihasilkan. Namun demikian untuk droplet majemuk yang jatuh hampir dalam waktu yang hampir bersamaan sulit dideteksi karena dari output sinyal yang dihasilkan sulit dipisahkan antara sinyal yang terjadi karena proses tumbukan dengan sinyal karena getaran bebas oleh tumbukan droplet yang sebelumnya.
Purwantana et al. (2002), dalam pengukuran gaya tumbukan pada pisau pemotong rumputan mendapatkan bahwa sinyal ikutan selalu muncul dengan frekuensi atau kerapatan yang bervariasi tergantung kecepatan tumbukan dan kekerasan serta kekenyalan bahan yang bertumbukan. Untuk mengatasinya telah dicoba dengan membuat transducer yang mempunyai frekuensi natural yang lebih tinggi (Purwantana et al. (2003). Dengan cara ini masalah sinyal ikutan bisa sedikit dikurangi tetapi muncul masalah baru yaitu sensitvitas sensor menjadi turun.
Persoalan sinyal ikutann akibat getaran bebas juga ditemui oleh Shoji (2003) ketika melakukan pengukuran aliran butiran gabah yang masuk ke dalam kontainer suatu mesin pemanen padi yang dilakukan dalam rangka otomatisasi deteksi produksi padi pada suatu areal lahan. Proses tumbukan biji gabah dideteksi dengan sensor gaya berupa transducer cincin (ring transducer). Persoalan muncul karena setiap butir gabah yang menumbuk sensor memberikan sinyal ikutan sehingga sinyal tumbukan gabah berikutnya bercampur dengan sinyal ikutan gabah sebelumnya. Karena selang waktu antara gabah satu dan yang lain adalah amat sangat kecil maka terjadi kebingungan dalam analisis yaitu apakah suatu sinyal itu merupakan sinyal nyata atau sinyal ikutan dari proses tumbukan sebelumnya. Untuk mengatasi hal ini, Shoji (2003) menyarakan dilakukannya proses kompensasi getaran.
Seperti dikemukakan oleh Purwantana et al. (2002), disamping dari faktor bahan transducer persoalan sinyal ikutan atau getaran bebas juga disebabkan oleh bahan yang bertumbukan dengan sensor. Dalam hal bahan pertanian, yang pada umumnya bersifat viskoelastis, secara mekanis mempunyai kelembaman dengan variasi yang sangat lebar (Sitkei, 1986). Juga kekerasan kulit bahan pertanian seperti bijian atau buah-buahan juga dapat menyebabkan terjadinya getaran bebas pada sensor-sensor pengukurnya.
Dalam teori umum tentang getaran, dikenal getaran tak terkekang (undamped vibration). Termasuk dalam kriteria ini adalah getaran bebas yaitu getaran yang tetap ada meskipun gaya yang menyebabkannya telah dipindahkan. Getaran ini secara prinsip dapat dieliminasi apabila periode atau frekuensi getaran dalam interval tertentu dapat dianggap konstan.
LANDASAN TEORI
Sistem-sensor untuk pengukuran suatu gaya diilustrasikan sebagai berikut:
Persamaan umum untuk sistem-sensor diatas adalah:
(1)
dimana F(t) adalah gaya luar yang bekerja pada sensor, k, c, m masing-masing adalah konstanta pegas, kelembaman (damping), dan inersia sensor, dan x adalah jarak perpindahan. Karena jarak perpindahan x adalah proporsional terhadap tegangan output X dari sistem sensor-amplifier-recorder, persamaan (1) dapat ditulis dengan mendefinisi ulang M, C, dan K sebagai:
(2)
Konstanta K ditentukan dari kalibrasi statis sensor dimana dan dianggap nol. Konstanta M dan C ditentukan dari data time-series yang dikumpulkan dari kumpulan data getaran bebas (damped free vibration) dimana gaya luar tidak bekerja.
Misalkan adalah output absolut puncak-puncak getaran, maka penurunan puncak-puncak getaran dapat dinyatakan sebagai
(3)
dimana γ adalah koefisien kelembaman (damping). Dengan demikian,
(4)
dan dimana
(5)
Frekuensi sudut q dari vibrasi teredam dinyatakan dengan frekuensi sudut natural tak teredam (undamped natural angular frequency) ω0
(6)
Konstanta M dan C diperoleh dari persamaan (5) dan (6) sebagai
(7)
(8)
Dengan formulasi ini maka sinyal semu dari set data dimana sebenarnya gayanya sudah tidak bekerja lagi dapat dipisahkan dari sinyal nyata selama gaya bekerja.
Berdasarkan penjabaran teoritis diatas maka sinyal nyata dapat dipisahkan dari sinyal ikutannya sehingga dalam pengukuran akan didapatkan hasil nyata dari gaya yang bekerja pada sensor. Tingkat ketelitian hasil pengukuran akan sangat tergantung pada keakuratan nilai parameter sifat mekanis bahan khususnya konstanta pegas dan kelembaman.
METODE PENELITIAN
Bahan dan alat
Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah transducer dari pipa dari baja poros S45C, strain gage Kyowa KFG2-120-CL, semen strain gage Kyowa CC33A, IC, kapasitor, resistor, terminal dan bola besi.
Alat-alat utama yang digunakan adalah peralatan perbengkelan, bridge box, kabel transmisi data, osciloscop, multimeter, strain amplifier Kyowa DPM6H, Analog-Digital Converter Ratoc REX5054U/B, data recorder REX5054 dan komputer.
Prosedur pelaksanaan
Kaliberasi transducer
Untuk keperluan pengujian, dibuat dua buah transducer gaya yaitu transducer gaya tipe pipa konsole (simple cantilever transducer) dan transducer gaya tipe oktagonal (octagonal ring transducer). Rangkaian sensor beserta instrumen pengukur ditunjukkan pada Gambar 1 Kaliberasi dilakukan untuk menentukan nilai konstanta pegas transducer. Kaliberasi dilakukan secara statis dengan memberikan variasi beban pada ujung transducer. Transducer diberi beban (F) secara bertahap dari 0 N sampai 200 N dan sebaliknya dari 200 N sampai 0 N. Sinyal yang terjadi akibat pembebanan, yang menyebabkan perubahan regangan strain gauge yang ditempelkan pada transducer, diperkuat dengan strain amplifier, dan kemudian dikonversi kedalam bentuk digital dengan AD konverter. Sinyal yang telah dikonversi ini kemudian diumpankan ke data recorder dan selanjutnya disimpan ke dalam komputer. Dari data yang diperoleh kemudian dibuat hubungan atau persamaan regresi regangan, dalam bentuk tegangan listrik, sebagai fungsi beban. Pada transducer tipe pipa konsole diperoleh persamaan F = 7,8335 X dimana F adalah besarnya gaya (Newton), dan X adalah output tegangan (miliVolt). Dengan demikian untuk sensor tipe pipa konsole yang diuji, nilai konstanta pegasnya adalah 7,8335 N/mV. Pada transducer tipe oktagonal pada arah vertikal diperoleh persamaan F = 5,7643 X. Dengan demikian untuk sensor tipe oktagonal yang diuji, nilai konstanta pegasnya adalah 5.7643 N/mV.
Gambar 1. Instalasi alat dan instrumen pengukuran
Pengukuran dan pengumpulan data
Bola besi dengan berat yang bervariasi dijatuhkan pada ujung transducer dengan ketinggian 0,1 m. Sinyal yang terjadi akibat perubahan regangan strain gage diperkuat dengan strain amplifier, dikonversi melalui AD konverter dan kemudian disimpan melalui data recorder. Dari recorder, data yang masih berupa campuran sinyal nyata dan sinyal ikutannya ini diumpankan ke komputer. Data disimpan dalam bentuk file CSV sehingga dapat dibaca oleh software spreadshet konvensional, misalnya Excel.
Perhitungan
Pada setiap seri data dibuat plot atau grafik hubungan sinyal regangan ataupun gaya sebagai fungsi waktu. Tahapan dalam proses perhitungan adalah sebagai berikut: (1) Pada daerah getaran bebas pada grafik yang diperoleh dicatat besarnya nilai-nilai puncak xk dari gelombang getaran, (2) Dibuat seri besarnya nilai xk/(xk+1), (3) Dihitung besarnya nilai gamma , (4) Dicatat besarnya periode dan/atau frekuensinya, (5) Berdasarkan persamaan (7) dan (8) dalam landasan teori, dan dengan menggunakan nilai konstanta pegas (K) yang diperoleh dari kaliberasi, dihitung besarnya kelambaman (C) dan inersia (M), (6) Dari seri output data yang direkam (strain x dan waktu t) dibuat seri data dx/dt, (7) Dari serial hasil perhitungan dx/dt selanjutnya dihitung lagi besarnya d2x/dt2, (8) Dengan menggunakan persamaan (2) dalam landasan teori, dihitung besarnya gaya F(t).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambar 2 sampai 5 memperlihatkan contoh-contoh hasil pengukuran dan analisa eliminasi getaran bebas pada berbagai pembebanan (pukulan). Terlihat bahwa secara nyata sinyal getaran bebas dapat dihilangkan dari sinyal utamanya. Masih tampak adanya sedikit gelombang sinyal namun dengan proporsi yang jauh sangat kecil. Pada pinsipnya apabila sisa gelombang ini merupakan gelombang yang mempunyai periode dan amplitudo maka masih bisa dieliminir dengan cara deferensiasi lebih lanjut sepertihalnya pada metode deferensiasi sebelumnya. Namun demikian dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa sinyal tersebut bukan sinyal periodik sehingga proses lanjutan tidak diperlukan
Ada beberapa faktor yang menyebabkan masih adanya gelombang sisa setelah eliminasi, seperti: kurang presisinya dimensi transducer dan penempatan sensor gaya pada transducer. Pada transducer yang dibuat, sensor gaya ditempel dalam bentuk pasangan (atas dan bawah) dengan maksud supaya kompensasi bisa dilakukan. Namun apabila ketebalan antara bagian atas dan bawah sedikit berbeda maka proses kompensasi tersebut tidak bisa sempurna, tetapi masih meninggalkan selisih baik positip maupun negatip. Hal serupa juga terjadi bila spasi pemasangan sensor gaya tidak tepat sama. Perbedaan spasi juga menyebabkan besaran gaya yang berbeda sehingga besarnya regangan akibat beban tarikan di salah satu permukaan tidak bisa terkompensasi oleh pemendekan akibat beban tekan atau kompresi di permukaan yang berlawanan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa sifat kelembaman, damping atau dashpot dari bahan mempunyai peran yang lebih besar terhadap terjadi atau tidak terjadinya getaran bebas daripada sifat inersia bahan. Ini ditunjukkan oleh besaran konstanta kelembaman (C) yang nilainya jauh lebih besar dari konstanta inersia (M).
Gambar 2. Grafik pengukuran gaya sebelum dan setelah dilakukan proses eliminasi pada sensor pipa konsole dengan beban 3,5 Newton.
Gambar 3. Grafik pengukuran gaya sebelum dan setelah dilakukan proses eliminasi pada sensor pipa konsole dengan beban 2,5 Newton.
Gambar 4. Grafik pengukuran gaya sebelum dan setelah dilakukan proses eliminasi pada sensor oktagonal dengan beban 4 Newton.
Gambar 5. Grafik pengukuran gaya sebelum dan setelah dilakukan proses eliminasi pada sensor oktagonal dengan beban 2,5 Newton.
Dalam penelitian ini baru sifat mekanis bahan (konstanta pegas dan kelembaman) sensor yang dipertimbangkan dan diperhitungkan. Dengan kenyataan bahwa ternyata sifat kelembaman juga cukup berpengaruh terhadap hasil analisis maka dalam penelitian selanjutnya perlu dipertimbangkan sifat mekanis dari bahan yang berinteraksi dengan sensor. Disamping itu dalam penelitian penelitian ini baru dikaji model sistem sensor standar yang sederhana. Dalam praktek sering diperlukan kombinasi sensor yang beragam yang tentu saja model mekanisnya menjadi lebih kompleks. Untuk model-model yang lebih kompleks tersebut pengembangan metode analisa dapat dilakukan dengan mengambil analogi dari metode yang dipakai dalam analisa gaya pada penelitian ini.
KESIMPULAN
Suatu metode eliminasi sinyal getaran bebas pada pengukuran gaya tumbukan telah dilakukan dengan cara mengkompensasikan sifat mekanis bahan transducer. Dari hasil penelitian ini dapat dirangkum dua kesimpulan utama sebagai berikut:
1. Eliminasi sinyal semu atau getaran bebas pada sistem transducer atau sensor yang dikenai gaya tumbukan dapat dilakukan dengan cara memperhitungkan faktor inersia dan kelembaman sensor disamping konstanta pegasnya.
2. Sifat kelembaman transducer mempunyai peran yang besar terhadap terjadinya getaran bebas sistem.
DAFTAR PUSTAKA
Masithoh, R.E., Purwantana, B. 2000. Studi Metode deteksi Volume Droplet Sprayer. Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Purwantana, B., Horio, H., Kawamura, T., Shoji, K. 2002. A Flail-Type Rotary Cultivator for Introducing Swampland in Indonesia; Cutting Characteristics of Grass, Root-Mat and Topsoil. Proceeding of the International Agricultural Engineering Conference, Wuxi, China, November 28-30, 2002: 430-436.
Purwantana, B., Horio, H., Kawamura, T., Shoji, K. 2003. Basic Studies on Flail-type Rotary Cultivator for Swampy Land Preparation: Grass Cutting Characteristics and Energy Requirement. Journal of the Japanese Society of Agricultural Machinery, 65(5):76-83.
Shoji, K. 2003. Development of drift sensor for detecting grain yield on rice combine harvester. Journal of the Japanese Society of Agricultural Machinery, 65(4):117-123.
Sitkei, G. 1986. Mechanics of Agricultural Materials. Developments in Agricultural Engineering; 8. Elsevier, New York, USA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar