Rabu, 26 Mei 2010

Bernyanyi Bisa Kurangi Sakit Iritasi Usus


Bernyanyi mungkin menjadi kegemaran banyak orang karena menimbulkan rasa nyaman. Tak hanya itu, bernyanyi bersama paduan suara dianjurkan dokter bagi penderita sindrom iritasi usus atau irritable bowel syndrome (IBS).

Bernyanyi aktif seminggu sekali bisa mengurangi stres yang berarti meringankan penyakit IBS. Asal tahu saja, sindrom IBS adalah gangguan pencernaan yang dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis tertentu, seperti stres.

Hal ini disampaikan oleh tim peneliti dari Swedia yang meneliti kaitan antara bernyanyi dalam kelompok paduan suara dan sindrom iritasi usus.

"Manfaat relaksasi yang umumnya terkait dengan kelompok paduan suara sebenarnya mungkin memiliki dampak positif pada gejala gangguan sindrom iritasi usus, setidaknya dalam jangka pendek," ujar Christina Grape, penulis studi dari Stockholm University, seperti dilansir dari Health24, Rabu (26/5/2010).

Pada studi yang dilakukan tahun 2006 ini, partisipan yang merupakan pasien IBS dibagi menjadi dua kelompok, satu ditugaskan untuk bergabung dengan kelompok paduan suara dan lainnya mengikuti kelompok diskusi. Kedua kelompok bertemu tiga sampai empat kali sebulan selama setahun.

Peneliti memilih dua kelompok kegiatan ini untuk melihat apakah partisipan dalam paduan suara, yang sering dianggap sebagai kegiatan santai komunitas, juga dapat memiliki potensi terapi untuk pasien IBS.

Air liur partisipan diambil sebagai sampel sebelum mengikuti kelompok studi, kemudian setelah 6 bulan, 9 bulan dan 1 tahun setelah mengikuti kelompok studi.

Hal ini dilakukan untuk mengukur kadar hormon testosteron yang terkait dengan tingkat stres. Dengan demikian dapat diketahui berapa banyak orang yang mengalami stres dan kaitannya dengan penyakit IBS.

Peneliti menemukan bahwa pada kelompok studi paduan suara yang aktif bernyanyi seminggu sekali, terdapat pengurangan stres sejak enam bulan pertama. Yang berarti ini juga dapat meringankan penyakit IBS.

Penemuan ini dilaporkan dalam edisi terbaru Journal of Psychotherapy and Psychosomatics.

Tidak ada komentar: