Senin, 17 Mei 2010

Manusia-manusia Mungil yang Terjebak Mutasi Gen


Ketika dilahirkan 13 tahun lalu, Danielle Griffin adalah bayi yang sangat normal dan orangtua menyambutnya dengan gembira karena memang mengidamkan anak perempuan. Tubuh Daniella mulai menunjukkan tanda-tanda tidak normal ketika masuk usia 3 tahun.

Sejak saat itu, tubuh Daniella tak pernah bertambah tinggi. Perkembangannya terhambat dan ia terjebak menjadi manusia mungil karena mengalami pseudoachondroplasia akibat adanya mutasi gen.

Danielle memiliki tubuh yang lebih kecil dibandingkan adiknya yang berusia 7 tahun. Ia memiliki tinggi badan 76,2 cm seumur hidupnya. Penyakit pseudoachondroplasia membuat tubuhnya tidak bisa bertambah tinggi.

Seperti dikutip dari TVthrong.co.uk, Senin (17/5/2010) dokter telah mencoba melakukan terapi hormon dan meluruskan kakinya agar ia bisa memiliki tubuh normal, tapi semua usaha tersebut sia-sia.

Dalam perjalanan hidupnya Danielle, telah mengalami berbagai perlakuan yang terkadang brutal dan menyakiti hatinya. Meski demikian ia tetap ceria dan optimistis, walaupun banyak orang yang mengolok-olok kondisinya.

Kasus seperti Daniella, banyak dijumpai di sekitar kita. Manusia-manusia mungil yang ada di sekitar kita umumnya adalah penderita pseudoachondroplasia akibat ketidaknormalan gen.

Pseudoachondroplasia adalah penyakit kelainan genetik yang cukup parah dan ditandai dengan tubuh pendek tidak proporsional, sendi-sendi yang super lentur, ukuran kepala normal dan panjang tubuh normal saat lahir. Seseorang dengan kondisi ini biasanya tidak terdiagnosa sampai memasuki usia kanak-kanak.

Gangguan ini pertama kali dijelaskan oleh Dra Maroteaux dan Lamy pada tahun 1959 dan merupakan salah satu dari 200 kasus displasia rangka yang langka. Displasia rangka adalah kelompok gangguan akibat masalah pada pertumbuhan tulang dan pembentukannya.

Individu dengan gangguan ini memiliki parameter pertumbuhan (tinggi dan berat badan) normal saat lahir, tapi tidak sampai tahun kedua kehidupan biasanya mulai mengalami keterlambatan pertumbuhan.

Selama fase ini, proporsi tubuh mirip dengan individu yang memiliki gangguan achondroplasia. Karena kemiripan ini maka disebut dengan pseudoachondroplasia.

Seperti dikutip dari Healthline, pseudoachondroplasia disebabkan oleh mutasi atau perubahan dalam cartilage oligomeric matrix protein 3 gene (COMP) yang terletak di lengan pendek kromosom 19. Gen ini berisi instruksi yang memberitahu tubuh bagaimana harus membentuk.

Seharusnya basa-basa dalam gen ini tersusun dengan urutan tertentu yang memberi petunjuk bagi sel untuk membentuk protein. Tapi karena terjadi mutasi, maka urutan basa tersebut menjadi tidak berurutan dan memberikan kode yang salah.

Mutasi pada gen COMP diwariskan secara autosomal dominan. Setiap orang memiliki dua gen COMP, yaitu satu berasal dari ayah dan satu lagi berasal dari ibu.

Dalam gangguan autosomal dominan, hanya satu gen saja yang mengalami mutasi. Kebanyakan individu dengan pseudoachondroplasia dilahirkan dari orangtua dengan tinggi badan rata-rata. Seorang psuedoachondroplasia memiliki kesempatan 50 persen untuk menurunkan gen mutasi ini ke anaknya.

Kondisi ini bisa menimbulkan komplikasi berupa gangguan artritis pada sendi akibat menahan beban dan komplikasi ortopedi lainnya, seperti meningkatkan risiko osteoartritis pada usia dini (biasanya usia dua puluhan) dan risiko kecil masalah neurologis akibat kompresi sumsum tulang belakang karena kelemahan sendi dan struktur tulang belakang yang abnormal.

Kebanyakan orang dengan pseudoachondroplasia bersembunyi dari lingkungan dan membatasi kegiatannya karena tidak banyak tempat umum yang dapat sesuai dengan ukuran tubuhnya.

Beberapa orang berpikir bahwa pseudoachondroplasia memiliki kemampuan yang terbatas, padahal anak-anak atau orang dewasa ini memiliki tingkat IQ yang normal.

Individu dengan pseudoachondroplasia mengalami pemendekan tulang panjangnya, sehingga rata-rata tinggi orang dewasa dengan kondisi ini adalah sekitar 80-130 cm. Namun demikian individu ini memiliki fitur wajah dan kepala yang normal.

Untuk mendiagnosisnya diperlukan kombinasi antara pemeriksan fisik, X-ray dan juga pengujian molekuler. Karena dengan X-ray, dokter bisa melihat beberapa perubahan tulang. Sementara pengujian molekuler (DNA) untuk mencari mutasi pada gen COMP.

Hingga kini tidak ada pengobatan untuk pseudoachondroplasia, pengobatan pada umumnya adalah untuk mencegah terjadinya osteoporosis, mengatur berat badan agar beban tubuh tidak berlebihan dan adaptasi sosial.

Tidak ada komentar: